Cermat dalam memanfaatkan waktu untuk membangun jejaring. Prinsip ini nampaknya yang dipegang teguh oleh Zulfikar Dabby Anwar, mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Salah satu cara Zulfikar memanfaatkan waktunya adalah dengan menjadi delegasi Jawa Timur dalam program The Ship of Japanese and Asian Youth Program dari Cabinet Office of Jepang, Desember lalu.
Selama sepuluh hari, Zulfikar dan sembilan peserta dari Jogjakarta, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua bergabung dalam program Pertukaran Pemuda Antar Negara yang diinisiasi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. “SSEAYP ini sebenarnya diikuti oleh 10 negara ASEAN + Japan, dan tiap tahun, Indonesia mengirim 30 orang delegasi. Tapi, khusus tahun lalu, hanya 10 pemuda yang diberangkatkan karena bertepatan dengan perayaan 50 tahun ASEAN-Japan Friendship and Cooperation”, jelasnya.
Selama di Jepang, Zulfikar berkesempatan memaparkan tentang budaya dan berdiskusi tentang pangan. “Program ini diawali dengan upacara pembukaan oleh Cabinet Office of Japan, lalu ada kegiatan voluntir dimana kami, Garuda 47, menjelaskan tentang konsep prosesi pernikahan tradisional”, terangnya.
Tidak hanya itu, pria yang akrab disapa Zul ini juga berkesempatan untuk menjalani local program di Yamanashi selama 3 hari sebelum nantinya memulai Discussion Group yang membahas isu Energy, Climate Change, dan Recycling-Oriented Society.
Proses yang dilalui Zulfikar pun cukup panjang. Setelah lolos administrasi, ia harus menyelesaikan tes tulis dan wawancara. “Kami di wawancara terkait 5 hal, yaitu motivasi, kecakapan bahasa inggris, social project, kebudayaan, dan personal interest, lalu lanjut ke karantina”, terang mahasiswa angkatan 2021 ini.
Di ajang ini pula, Zulfikar berkesempatan untuk berdiskusi mengenai isu recycling-oriented society dengan menekankan pentingnya kesadaran dan pemahaman terkait praktik berkelanjutan di ASEAN dan Jepang.
“Kami membahas isu keberlanjutan ini belum terimplementasi dengan baik dikarenakan dua landskap besar, yaitu pendidikan yang mencakup kurangnya kesadaran terkait dampak negatif dan socio-cultural yang mencakup tidak adanya norma sosial pada beberapa negara ASEAN”, jelasnya.
Hasilnya, Zulfikar dan tim merumuskan beberapa hal yang perlu dikaji ulang, yaitu prinsip daur ulang sebagai tanggung jawab, penggunaan energi alternatif untuk masa depan, perubahan pola pikir ramah lingkungan, kekuatan pendidikan serta komitmen bersama terkait sampah dan isu lingkungan di negara masing-masing.
“Berlatar belakang fakta bahwasanya Indonesia terkenal atas produksi sampah makanan yang sangat besar, kontingen Indonesia merumuskan campaign Save Your Plate untuk mengurangi produksi limbah makanan skala kecil melalui peran aktif rumah tangga”, pungkasnya. (VQ)