
Kearifan lokal dan spiritual yang terpadu pada kerangka konseptual WISH (Wisdom, Innovation, Sustainability, Harmony) dipandang tepat sebagai landasan moral dan etika pada pengambilan keputusan pemerintahan lokal. Nilai lokal ini dianggap lebih berkelanjutan dibanding jika mengandalkan solusi yang hanya bersifat universal dan berbasis teknologi semata.
“Pendekatan konvensional terjebak pada aspek efisiensi dan teknologi dalam tata kelola. Sedangkan, integrasi kearifan budaya dan nilai spiritual bertujuan untuk menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, dengan mempertimbangkan keunikan dan kebutuhan spesifik dari komunitas lokal,” ungkap Prof. Dr. Irwan Noor, MA yang akan dikukuhkan Kamis (28/11/2024) sebagai Profesor di bidang Inovasi Pemerintahan Lokal.
Disampaikannya, model yang ia tawarkan ini menekankan pada keberlanjutan dan harmoni sebagai inti dari inovasi pemerintahan lokal. Pendekatan holistik yang menekankan bahwa setiap langkah kebijakan inovasi dituntut oleh keselarasan dan keseimbangan antara kemajuan modern dan kelestarian nilai-nilai lokal.
Ia menyampaikan sebagai contoh perspektif lokal pada pengelolaan pemerintah diantaranya terkait pengelolaan kebencanaan. Perpaduan antara analisis data yang canggih dan kearifan lokal bisa menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat.
“Kebijakan pengelolaan sumber daya alam, data dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi dan tantangan yang ada, sementara nilai-nilai budaya dan tradisi lokal bisa memberikan perspektif tentang bagaimana sumber daya tersebut harus dikelola dengan bijaksana,” ujarnya.
Disampaikan dosen dari Fakultas Ilmu Administrasi ini, WISH memiliki keunikan karena menggabungkan kearifan budaya lokal dan nilai-nilai spiritual dengan teknologi modern. Nilai pentingnya yakni efisiensi dan kemajuan teknologi bukan sebagai pondasi utama dalam pengembangan inovasi, tetapi memperhitungkan dimensi non-material yang sering kali terabaikan. [sitirahma]