Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB) kembali mengadakan kegiatan Seri Penataran Daring atau Online Lecture Series (OLS) dengan Tema “Criminal Procedure Law Reform In The Netherlands and Indonesia”, Rabu (25/05/2022). OLS seri ketiga ini merupakan kerja sama antara PERSADA UB dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Instituut voor Strafrecht & Criminologie, Faculteit der Rechtsgeleerdheid Universiteit Leiden, dan Nuffic Neso-NL Alumni Network Indonesia.
OLS seri ketiga ini mengangkat tema “Perlindungan Hak Peradilan Yang Adil, Pengawasan Peradilan dan Akuntabilitas Sistem Peradilan”. Hadir dua narasumber yang ahli dibidangnya yaitu Dr. Pinar Olcer dari Universiteit Leiden, dan Milda Istiqomah, Ph.D dari PERSADA UB.
Perwakilan dari STIH Jentera sekaligus alumni Leiden University Anugrah Rizki Akbari M.Sc membuka diskusi dengan menyampaikan tentang peradilan yang adil, pengawasan peradilan, dan akuntabilitas peradilan pidana.
Kesengsaraan menjadi seorang tersangka walaupun perlindungan hak asasinya sudah di lindungi oleh hukum dan konstitusi termasuk dalam KUHAP bahkan meratifikasi ICCPR. Tidak ada ketentuan yang jelas tentang bagaimana bisa mengakses hak asasi untuk tersangka tersebut, dan tidak ada konsekuensi secara hukum jika aparat penegak hukum yang melanggar hak asasi tersangka.
Pada sidang pra-peradilan, dibatasi untuk pelanggaran dari implementasi tindakan paksa, terkesan mengoreksi bukan mencegah tindak pelanggaran yang dilakukan, menurut ICJR justru menjadi pemeriksaan formalitas dan keberadaaan pra-peradilan ini tidak membuat pengadilan memberikan forum untuk diadakannya pemeriksaan terkait hukum acara.
Materi pertama disampaikan oleh Dr. Pinar Olcer, yaitu tentang hak untuk mengadakan peradilan yang adil dalam waktu yang telah ditentukan serta penegakkan asumsi tidak bersalah yang berlaku pada semua aspek dan fase peradilan. Berdasarkan perubahan Pasal 359a DCCP, dijelaskan bahwa tujuan dirubahnya hukum acara pidana selain tentang aplikasi dari isi hukum, pencarian fakta dan pelaksanaan prosedur tetapi juga menjelaskan pentingnya posisi jaksa dan kebutuhan untuk keluar jalur melalui kontrol hukum.
Sementara itu materi kedua disampaikan oleh Milda Istiqomah, Ph.D, yaitu mengenai perlindungan terhadap hak peradilan yang adil, tercantum dalam Pasal 51 sampai Pasal 68 KUHAP. Namun dalam praktiknya, terdapat kelemahan dalam akuntabilitas dari aparat penegak hukum dalam sistem hukum pidana. Salah satu otoritas kepolisian yang harus diperbaiki dalam sistem hukum pidana terkait tindakan paksa tentang menangkap dan menahan tersangka. Hal ini dikarenakan angka dari pelanggaran hak peradilan yang adil salah satunya hak untuk menerima bantuan hukum yang efektif, bebas dari penyiksaan atau perbuatan tidak manusiawi atau direndahkan selama proses pemeriksaan berlangsung.
Kegiatan ini telah dihadiri oleh 100 orang peserta terpilih dari kalangan akademisi, praktisi, dan peneliti di seluruh Indonesi dan beberapa negara lainnya. Tujuan diselenggarakannya OLS adalah untuk membahas mengenai perkembangan reformasi hukum acara pidana, dinamika reformasi hukum yang ada di Indonesia dan Belanda, serta prinsip-prinsip dasar hukum acara pidana. Rangkaian kegiatan ini digelar pada tanggal 11, 18, 25 Mei dan berakhir pada 1 Juni 2022.
Kegiatan ini mendapatkan respon baik dari berbagai pihak, salah satunya adalah Marthisian Yeksi Anakotta dari Universitas Katolik Darma Cendikia, yang menyampaikan, “Sebagai dosen, saya mendapatkan banyak pengetahuan dari para pemateri, dan saya mencoba untuk membau garis merah untuk penelitian saya tentang terorisme dan sistem peradilan pidana”. Selain itu, Putri Dwiranti Azzahra, dari Departemen Kriminologi Universitas Indonesia, juga menyampaikan apresiasinya. “Saya senang mengikuti webinar ini, sehingga mendapatkan banyak wawasan untuk membantu saya dalam menulis tugas akhir,” ujarnya. [PERSADA/Humas UB]