
Program Dosen Berkarya yang dikenal juga dengan sebutan DOKAR melaksanakan webinar kelimanya pada Jumat, (01/10/2021), via Zoom Meeting. Kegiatan ini diikuti 30 peserta yang terdiri atas dosen, peneliti, tenaga kependidikan, mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) serta Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi). Hadir sebagai pemateri, yakni Sisca Fajriani, SP., MP dari UB dan Gagad Restu Pratiwi. Ph.D dari BBPadi.
Sisca Fajriani, SP., MP menyampaikan materi dengan judul “Perbaikan Budi Daya Padi Berpigmen Melalui Penerapan Jarak Tanam Sistem Bujur Sangkar Utama”. Ia menuturkan, Sistem budi daya padi secara konvensional memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya menghasilkan jumlah anakan yang sedkit, penggunaan bibit yang banyak dalam satu lubang, penggenangan lahan yang menyebabkan perakaran tidak berkembang dengan baik, dan jarang menggunakan pupuk organik.
Hal inilah yang mendorong digunakannya sistem budidaya padi dengan metode System of Rice Intensification (SRI). Metode SRI memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem konvensional. Di antaranya yaitu, hasil panen yang tinggi, penghematan air, perbaikan mutu tanah, penghematan benih, input lebih sedikit, mutu benih yang bagus dapat meningkatkan hasil produksi, dan menguntungkan bagi lingkungan.

Namun pelaksanaan budidaya SRI memiliki kelemahan, yakni pengontrolan air yang sulit ketika terjadi hujan lebat, serta dibutuhkannya tenaga kerja terlatih, terutama untuk penanaman sehingga masih banyak yang enggan untuk menerapkan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Sisca menyampaikan terdapat budi daya padi modifikasi dari sistem SRI dan Jajar Legowo dengan titik tanam berbeda, yaitu Sistem Bujur Sangkar Utama (SBSU). SBSU dikembangkan sejak tahun 2009 oleh Prof. Dr. Ir. M. Zulman Harja Utama, MP.
Ciri khas dari SBSU antara lain pengaturan jarak tanaman dalam satu rumpun dan antar subrumpun yang dapat meningkatkan jumlah anakan, bibit dengan umur 10-15 hari setelah disemai dapat memicu pertumbuhan anakan dengan cepat, penggunaan pupuk organik sebagai ameioran, dan diperkaya unsur Fe.
“Apabila dibandingkan dengan sistem SRI dan lainnya, SBSU memiliki keunggulan yaitu dapat meningkatkan potensi produksi hingga 3-4 kali metode konvensional. Selain itu, pertumbuhan anakan lebih banyak, umur panen yang relatif cepat sekitar 90 hari, dan populasi per hektar lebih tinggi,” papar Sisca.

Sementara itu Gagad Restu Pratiwi dari BB Padi menyampaikan materi terkait “Teknologi Budidaya Padi untuk Peningkatan Produksi”. Peningkatan produksi dapat diawali dengan mengenali kondisi tanah terlebih dahulu, setelah itu dilakukan penerapan teknologi PTT atau Pengelolaan Tanah Terpadu.
Komponen teknologi PTT bisa saja berbeda antar petani di setiap wilayah disesuaikan dengan kondisi tanah. Selain itu, peningkatan budidaya padi tidak lepas dari benih. Sehingga pemilihan dan persiapan benih yang optimal merupakan suatu keharusan. Benih yang baik digunakan adalah benih yang berlabel atau bersertifikat dan belum kadaluwarsa. Persiapan benih seperti persemaian yang sesuai dan pemberian treatment agrimeth pada pagi dan sore hari.
Gagad menambahkan, pemilihan cara tanam yang tepat dapat meningkatkan produktivitas padi. Setelah cara tanam yang cocok dipilih, pemupukan spesifik dapat diaplikasikan.
“Pengendalian irigasi dan gulma sangat krusial pada pertumbuhan padi, sehingga perlu perhatian lebih terkait seberapa banyak air yang diberi pada tiap fase tanam dan waktu yang tepat untuk menghilangkan gulma. Tahap akhir peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan combine harvester untuk panen karena dapat menurunkan kehilangan hasil panen sebesar 2-4 persen,” pungkas Gagad. [DOKAR/Humas UB]