Universitas Adelaide Kunjungi UB Berbagi Pengalaman Layanan Disabilitas

Foto Para Volunteer Saat Menggunakan BISINDO
Para Volunteer Saat Menggunakan BISINDO

Profesor dan mahasiswa The University of Adelaide berkunjung ke Subdirektorat Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya (SLD UB), untuk mendalami lebih jauh bagaimana praktik layanan disabilitas perguruan tinggi di Indonesia, Kamis, (13/7/2023). Rombongan yang sebelumnya juga telah berkunjung ke Departemen Psikologi FISIP  ini disambut jajaran pengurus SLD, mahasiswa difabel, dan volunteer di lantai 2 Rumah Layanan Disabilitas.

“Hal menarik yang dapat kami temukan di sini, setelah saya pernah ke sini beberapa tahun lalu sebelum pandemi. Layanan disabilitas sangat penting dan banyak hal yang bisa kami pelajari juga dari kampus di Indonesia,” kata Profesor Deborah Turnbull, perwakilan dari The University of Adelaide.

Ketua Subdirektorat Layanan Disabilitas UB Zubaidah Ningsih AS, Ph.D., mengatakan bagaimana layanan disabilitas di UB ini berlangsung sehari-hari. Zubaidah menjelaskan dari aspek sejarah, konteks pentingnya keberadaan layanan disabilitas di perguruan tinggi, hingga masing-masing jenis layanan beserta tantangannya selama ini.

“Layanan pendampingan adalah yang paling intens berlangsung di sini. Volunteer sangat berperan di layanan ini. Banyak hal yang sangat tidak terduga, terutama ketika mahasiswa difabel mengikuti kegiatan di luar seperti program yang sedang berlangsung saat ini yaitu Mahasiswa Membangun Desa,” jelas Zubaidah berikut contohnya.

Dalam kegiatan tersebut beberapa mahasiswa difabel dari berbagai ragam disabilitas turut hadir menyambut mahasiswa dan profesor dari The University of Adelaide. Masing-masing mereka memperkenalkan diri satu per satu. Mereka juga bercerita bagaimana pengalaman kuliah mereka selama ini.

“Saya mungkin tidak tampak sebagai penyandang disabilitas, tapi sebenarnya saya mengalami disabilitas mental,” ucap Dani, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dalam kesempatannya memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris.

Afif, salah satu mahasiswa difabel netra yang juga baru dinyatakan lulus di Departemen Psikologi, mempraktikkan bagaimana ia menggunakan pembaca layar untuk mengakses informasi dan bahan ajar.

“Begitulah saya dan teman-teman difabel netra menggunakan gawai untuk mengakses informasi dan membaca buku. Jadi file bahan ajar harus aksesibel di UB,” tegas Afif diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh volunteer.

Sementara Fathur mengaku sangat terbantu dengan kebedaan volunteer karena mereka lah yang membahasa isyaratkan bahasa ucap kepada mahasiswa difabel Tuli.

Graciella Pranata, volunteer dan mahasiswa Psikologi UB, tampak sangat sibuk di kegiatan ini. Dia menerjemahkan bahasa isyarat sekaligus bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris, atau sebaliknya. Dia sendiri secara pribadi sebagai volunteer juga mendapatkan pertanyaan dari Profesor Turnbull terkait motivasinya terlibat dalam layanan disabilitas.

“Saya mengetahui banyak hal terkait isu disabilitas. Hal tersebut mendukung apa yang saya pelajari di Psikologi,” ucapnya.

Di akhir-akhir kunjungan, mahasiswa The University of Adelaide belajar bahasa isyarat bersama teman-teman Tuli. Bahasa isyarat sederhana seperti abjad dan isyarat-isyarat sapaan dipelajari bersama-sama dengan dipandu mahasiswa Tuli dan juru bahasa isyarat.

“Bahasa isyarat Amerika (American Sign Language), yang saya tahu, mengandalkan satu tangan seperti Sistem Isyarat Bahasa Indonesia di sini. Nah, kami lebih menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo), itu berbeda,” jelas Fathur. (MHL/Humas UB)