
Memperingati Global Accessibility Awareness Day (GAAD) yang jatuh pada Kamis ketiga di bulan Mei, British Council bekerjasama dengan Universitas Brawijaya (UB) menggelar lokakarya, Kamis (16/05/2024), di Ruang Jamuan Lantai Enam Gedung Rektorat. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari 21 tim penerima hibah Going Global Partnerships Inggris-Indonesia yang berfokus pada kesetaraan gender dan inklusi disabilitas.
Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, M.P dalam sambutannya menyampaikan, merupakan suatu kehormatan dapat berkolaborasi dengan organisasi yang sangat berkomitmen dalam mendorong inklusivitas dan keunggulan dalam pendidikan secara global.
“Hari ini kita memperingati Hari Kesadaran Aksesibilitas Global. Kita diingatkan akan komitmen kita bersama untuk menjadikan pendidikan dapat diakses dan adil bagi semua orang. Kami berharap melalui pertemuan ini dapat berbagi wawasan dan strategi praktis untuk menanamkan prinsip-prinsip kesetaraan gender dan disabilitas/inklusi sosial,” kata Imam Santoso.
Sementara itu Country Director British Council Indonesia Mr. Summer Xia memberikan apresiasi kepada UB karena menjadi salah satu perguruan tinggi pionir yang mengembangkan lingkungan pendidikan inklusif.
“Kami juga ucapkan selamat kepada 21 tim penerima hibah Going Global Partnerships dari berbagai perguruan tinggi yang telah melalui proses seleksi yang sangat ketat. Mari kita gunakan kesempatan ini untuk saling belajar, membangun koneksi, mempelopori proyek-proyek inovatif yang dapat memberi dampak perubahan berkelanjutan bagi dunia,” kata Summer Xia.
Tim penerima hibah dari UB yang diketuai oleh Henny Rosalinda, S.IP., M.A., Ph.D mengatakan, UB bekerjasama dengan University of Portsmouth mengangkat topik penelitian yang mengkaji adanya gap gender dalam sisi penawaran dan sisi permintaan Science, Technology, Engineering, and Math (STEM) dalam pendidikan dan pekerjaan.

“Jadi bagi perempuan yang tertarik belajar STEM, apakah mau kuliah di bidang STEM, itu terkait supply side yang menyediakan lulusan STEM. Sedangkan demand side itu apakah industri, universitas, pemerintahan mau menerima perempuan dari latar belakang pendidikan STEM. Karena dari temuan yang kita lihat, bahwa mereka lulusan STEM kemudian banyak bekerja di administrasi,” jelas Henny.
Sehingga Henny dan tim ingin mendorong lebih banyak lagi perempuan yang mau belajar dan bekerja di bidang STEM, dan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Dalam penelitiannya, Henny dibantu Prof. Dr. Ir. Keppi Sukesi, M.S dari Pusat Studi Gender UB, dan Universitas Kristen Satya Wacana. Melalui penelitian tersebut, Ia berharap dapat membuat formula, mengajukan kebijakan yang tepat untuk mendorong partisipasi anak perempuan untuk kuliah dan bekerja di bidang STEM. [Irene]

