Transformasi Digital, Kunci Sukses Pelayanan Publik di Masa Pandemi

Dokumentasi diambil dari internet

Semenjak WHO menetapkan COVID-19 menjadi pandemi global, banyak aspek kehidupan yang terdampak.

Mulai dari aspek ekonomi, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan tak terkecuali pelayanan publik.

Berangkat dari berbagai keluhan masyarakat tentang pelayanan publik yang saya temui di masa pandemi. saya menyimpulkan bahwa para penyelenggara pelayanan publik terkhusus di tingkat lokal seakan-akan bingung dan linglung, harus berbuat apa dan bagaimana caranya karena banyak yang tidak menyangka atau menduga akan seperti ini keadaanya.

Bagi yang cepat beradaptasi secara perlahan akan mampu mengatasi. Tetapi bagi mereka-mereka yang tidak bisa mengendalikan situasi maka akan berdampak besar kepada orgaisasi serta produk pelayanan publik yang dihasilkan.

Seperti yang diamanatkan oleh UU N0. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah selaku lembaga eksekutif yang berkewajiban memberi pelayanan kepada masyarakat wajib hukumnya menyelenggarakan pelayanan publik yang aman dan nyaman di situasi apapun.

Tetapi pada kenyataanya di pertengahan tahun 2021 ini, ombudsman banyak menerima aduan dari masyarakat tentang layanan publik yang mati selama pandemi. hal ini tentu menjadi bukti bahwa tidak ada solusi atau upaya yang kongkrit oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan publik yang prima di masa pandemi.

Padahal, pelayanan publik menjadi kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi atau diberikan oleh pemerintah.
Di sutuasi pandemi yang semakin mencekam ini perlu adanya inovasi di bidang pelayanan publik untuk menjamin kemananan dan kenyamanan masyarakat sebagai penerima layanan serta para ASN sebagai pemberi pelayanan sehingga pelayanan publik tetap dapat diberikan dengan maksimal.

Transformasi digital dianggap menjadi sebuah kunci dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Transformasi digital merupakan perubahan budaya dengan penerapan teknologi digital. Di indonesia sendiri sebenarnya jauh sebelum pandemi pemerintah telah menerapkan digitalisasi dalam proses layanan publik, yang dikenal dengan e-government.

Berbagai regulasi dibuat agar digitalisasi pelayanan publik di Indonesia bisa diimplementasikan secara optimal untuk mewujudkan reformasi birokrasi dan inovasi pelayanan publik agar mampu menjadi solusi bagi peningkatan kualitas dalam melayani masyarakat.

Ada instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; lalu Peraturan Presiden (Perpres) No 81 / 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional, hingga Perpres No.95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.

Lalu kemudian muncul pertanyaan. Mengapa proses digitalisasi layanan publik masih belum maksimal? Apa yang membuat pemerintah bingung? Padahal peraturan tersebut sudah disahkan semenjak tahun 2018 dimana COVID-19 itu sendiri belum ada.

Mengapa pemerintah tidak berusaha untuk menjalankan peraturan tersebut dan sesegera mungkin membuat berbagai pelayanan publik tersebut menjadi digital padahal pandemi ini sudah akan berjalan hampir 2 tahun?. mungkin jawaban sederhana yang muncul adalah bahwa para pegawai pemerintah tidak semua dapat langsung menyesuikan atau beradaptasi dengan teknologi digital.

Tetapi apakah pemerintah lupa bahwa masyarakat juga dipaksa untuk beradaptasi dengan teknologi digital? Ibu-ibu rumah tangga yang biasanya hanya memasak dan memberesi rumah kini dipaksa untuk menemani dan mengajari anak-anaknya untuk mengerti apa itu aplikasi zoom dan google meet dan bagaimana cara menggunakannya?. Dipaksa untuk mengerti bagaimana cara menggunakan google search dengan baik. Apakah pemerintah lupa? Jika tidak mengapa para pegawai pemerintah juga tidak dipaksa untuk menyesuaikan seperti ibu-ibu rumah tangga yang ada dirumah? Apakah kemampuan para para pemberi layanan tidak lebih baik dari ibu-ibu ruma tangga kita yang ada dirumah? Saya rasa tidak begitu.

Terlepas dari jawaban sederhana diatas pasti akan muncul pernyataan bahwa digitalisasi ini sudah diterapkan di beberapa wilayah.

Tetapi dapat kita lihat bahwa proses digitalisasi layanan publik di indonesia ini masih belum maksimal atau bahkan sangat kurang, masih ada kesenjangan antar lembaga pemerintah maupun wilayah.

Di masa pademi ini tidak hanya masyarakat yang dituntut untuk segera menesuaikan diri tetapi juga pemerintah.

Pemerintah harus cepat dalam melakukan akselerasi dalam digitalisasi pelayanan publik agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah (public trust) tidak semakin turun.

Pemerintah diharapkan tidak seenaknya mengambil kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) /Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan menutup pelayanannya tetapi memahami persoalan yang ada di lapangan sehingga kebijakan yang dihasilakkan benar-benar menjadi solusi atas permasalahan tersebut.

Menurut saya jika pemeritah kesulitan untuk menyesuaikan diri di masa pandemi ini, dapat dilakukan kolaborasi dengan stakeholder yang ada seperti pihak swasta ataupun akademisi dengan menerapkan prinsip Collaborative Governance, Pandemi Covid-19 mengajarkan kita tentang pentingnya berjejaring/ berkolaboasi (model networking) untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan publik dalam seluruh bidang.

Pada kondisi yang serba tidak pasti, masyarakat sangat bergantung kepada pemerintah, demikian juga pemerintah memerlukan sektor swasta, akademisi, dan dukungan media massa untuk bersama-sama bersinergi melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan segala permasalahan yang muncul akibat dampak dari pandemi Covid-19 ini terkhusu dalam mewujudkan tranformasi digital atau digitalisasi pada pelayanan publik sehingga masyarakat dapat tetap mendapakkan pelayanan publik yang baik, aman dan nyaman tanpa ada rasa takut terhadap penularan virus dan segala penyakit.

Penulis: Nawangsasi Wincahyo Artiko Aji
Mahasiswa program magister Administrasi Publik 2021