Tingkatkan Produksi Jagung dengan Sistem Hidroponik dan Aquaponik dari Segi Agronomi

Bahan pakan pokok ternak ruminansia adalah hijauan karena mampu mengoptimalkan fungsi rumen (lambung). Akan tetapi ketersediaan hijauan semakin  menipis akibat keterbatasan lahan.

Salah satu upaya mengatasinya adalah menggunakan teknik budidaya secara hidroponik yang dapat dilakukan menggunakan biji tanaman. Serta menerapkan teknik tanam aquaponik, yakni mengkombinasikan akuakultur atau pemeliharaan hewan air dengan hidroponik, atau yang lebih dikenal sebagai sistem budidaya tumbuhan dengan media tanam air.

Menurut Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB), Ir. Hermanto, MP, melalui kedua teknik tersebut bukan hanya mengatasi keterbatasan lahan tetapi juga dapat menyelesaikan masalah kesuburan lahan, ketersediaan air, musim serta tenaga kerja.

“Sebagai pakan ternak, jagung tidak mengandung zat anti nutrisi baik mulai dari biji sampai pada komponen tanamannya. Hampir semua fase pertumbuhan tanaman jagung dari kecambah sampai jerami sudah dieksplorasi untuk digunakan sebagai pakan ternak.” jelas Hermanto

Pendapat itu ia tuangkan dalam riset disertasi berjudul “Relevansi Upaya Peningkatan Produksi Hijauan Jagung dengan Teknik Hidroponik dan Aquaponik untuk Sistem Produksi Peternakan Ruminansia”, dan telah diujikan terbuka secara daring, Rabu (16/12/2020).

Hermanto melakukan penelitian di rumah kaca Laboratorium Lapang Sumber Sekar dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet UB, dalam tiga tahapan percobaan. Tahap pertama menguji kemampuan produksi jagung pada lima media larutan, yaitu air murni, larutan nutrisi hidroponik 1000 ppm, 2000 ppm, air kolam ikan Nila dan ikan Lele dengan tingkat kerapatan biji 100; 150 dan 200 biji per tray (25×10 cm2).

Lalu pada percobaan kedua, menguji dua varitas jagung Bisi 18 dan NK Perkasa dengan kepadatan 200 biji per tray yang dibudidayakan dengan aliran larutan (resirkulasi) hidroponik 1000 ppm, air kolam ikan Nila dan Lele.

Selanjutnya pada tahap akhir dia menganalisis semua biaya yang timbul dari penelitian pertama dan peralatan yang digunakan resirkulasi digunakan untuk menentukan harga pokok produksi.

Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan larutan nutrisi, mengurangi kepadatan biji per tray. Sehingga memperpanjang umur panen sampai 35 hari dan mampu mengkonversikan biji menjadi biomassa tanaman yang tinggi yaitu sampai dua kali lipat. Namun ditinjau dari aspek finansial perlakuan ini tidak ekonomis karena menghasilkan harga pokok produksi yang mahal.

Sementara itu konsentrasi nutrisi pada larutan hidroponik yang sesuai mampu meningkatkan kandungan protein kasar hijauan dibandingkan dengan aquaponik. Sedangkan untuk kecernaan tidak dipengaruhi oleh larutan nutrisi, maupun kepadatan biji tetapi lebih ditentukan oleh umur tanaman, dimana semakin meningkat umur tanaman akan menurunkan kecernaan. Turunnya kecernaan ini sebagai akibat karena pada tanaman sudah terjadi sintesis serat kasar.

Harga pokok produksi yang rendah pada penelitian ini didapat pada perlakuan yang dikatagorikan ekonomis, yaitu menggunakan nutrisi air kolam ikan, kepadatan biji per tray yang rapat dan dipanen dalam waktu singkat, namun produksinya didominasi oleh bagian akar tanaman. (dta)