Tim DM FEB Dalami Peningkatan Kapasitas Pemasaran Digital UMKM Alas Kaki Kota Mojokerto

Kota Mojokerto selain dikenal dengan Onde-Onde sebagai buah tangan, juga punya tradisi panjang sebagai kotanya pengrajin sepatu. Sejarah panjang pengrajin alas kaki di Kota Mojokerto sudah dimulai turun temurun bahkan sejak tahun 1980-an. Kota ini punya jumlah UMKM alas kaki terbanyak di Jawa Timur.  Sadar akan potensi besar yang dimiliki, maka para pengusaha alas kaki di kota Mojokerto kemudian berhimpun dalam paguyuban pengusaha alas kaki yang dikenal sebagai KOMPAK (Komite Pengusaha Alas Kaki Kota Mojokerto) pada tahun 2006. Komite ini diharapkan menjadi wadah untuk bertukar pikiran dan menggalang strategi bersama untuk kemajuan UMKM alas kaki di kota Mojokerto.

Sebagaimana kondisi umum berbagai usaha yang ada di Indonesia, usaha alas kaki di Kota Mojokerto juga mengalami cobaan yang sangat berat ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Tiadanya aktivitas bersekolah dan berkantor secara tatap muka, dan larangan untuk masyarakat berkumpul benar-benar memukul mayoritas UMKM alas kaki di Mojokerto. Ketua asosiasi pengrajin sepatu KOMPAK, Emru Suhadak, menyampaikan “Selama pandemi COVID-19 omset sepatu sangat terdampak dengan drop-nya permintaan, baik retail atau partai”. Seiring dengan terkendalinya pandemi COVID-19, para pengrajin alas kaki Kota Mojokerto sudah mulai terlihat ada peningkatan kembali terhadap pesanan sepatu dan sandal.

Tim Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya, yang dipimpin oleh Dr.rer.pol. Wildan Syafitri, ME., melaksanakan Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) dengan para pengrajin dan pelaku usaha alas kaki bertempat di workshop milik Emru untuk mempertajam kebutuhan terhadap materi pelatihan yang akan diagendakan pada kegiatan lanjutan, (23/8/2023). . Dari hasil diskusi pengrajin sadar bahwa, pasca pandemi COVID-19, tren masyarakat dalam berbelanja mengalami pergeseran dari pasar fisik merambah ke pasar digital melalui berbagai jenis platform digital ataupun market place dan media sosial. Ini menjadi tantangan yang harus disiapkan dengan baik oleh para pengrajin alas kaki untuk mengantisipasi tantangan kedepan.

Dalam merespon kondisi ini pengrajin tidak semua memiliki tingkat adaptasi yang sama. Mohammad Rizaldi, salah satu pelaku usaha alas kaki, menyampaikan kemampuan tiap pengrajin dan pengusaha alas kaki dalam memasarkan produknya sangat bervariasi. Ada yang masih menggunakan media pemasaran konvensional dengan menerima pesanan secara langsung di tempat produksi atau di tempat display yang mereka miliki, namun ada juga pengrajin yang sudah memanfaatkan media pemasaran digital (digital marketing) untuk meningkatkan omzet dari alas kaki. Rizal, demikian pria tersebut biasa disapa, mengharapkan pelatihan yang dilaksanakan  tepat sesuai dengan kebutuhan para pelaku sepatu, tidak hanya teoritik, tetapi praktis dapat langsung diterapkan dan mudah kalau diulang setelah pelatihan.

Senada dengan Rizal. Mochamad Yani, pengrajin lainnya, berpendapat harusnya ada pembagian tugas dalam proses produksi dan pemasaran agar tiap bagian dapat bekerja lebih fokus dan hasilnya dapat dirasakan oleh kedua belah pihak. Yani mengusulkan agar dibentuk saja lembaga setelah pelatihan dengan fungsi secara khusus membantu pelaku usaha alas kaki dalam memasarkan produk mereka. Dengan format tersebut maka para pengrajin hanya perlu fokus untuk produksi saja.

sementara, Emru diakhir diskusi mengatakan disamping perlunya memenuhi kebutuhan pemasaran digital, yang tidak kalah penting adalah melibatkan generasi muda dalam menjalankan bisnis alas kaki di Kota Mojokerto.

Di ujung FGD, Wildan, menyampaikan bahwa hasil FGD akan ditindaklanjuti tim internal Doktor Mengabdi dengan menyiapkan materi pelatihan dan fasilitator yang sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM alas kaki Kota Mojokerto. (WHY/OKY/Humas UB)