Talkshow Edukasi Penanganan Dampak Wabah PMK oleh Fapet UB

Dunia peternakan sedang berduka pasalnya ternak kembali diserang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Padahal Indonesia telah dinyatakan bebas penyakit yang disebabkan oleh virus ini selama lebih dari 30 tahun. Tingkat penularannya sangat cepat, seekor sapi yang terindikasi dapat menularkan 6 hingga 15 ekor lainnya.

Dampak wabah PMK bukan hanya menghantui peternak saja, tapi juga masyarakat umum dan hewan ternak itu sendiri. Sebab masyarakat merupakan konsumen daging dan susu sapi yang was-was akan keamanannya apabila dikonsumsi. Sedangkan ternak adalah objek virus yang mengalami luka seperti sariawan di bagian mulut dan kuku terlepas hingga membuat penurunan nafsu makan dan produktivitas.

Fapet UB Gelar Talkshow Edukasi Penanganan Dampak Wabah Penyakit Mulut dan Kuku 

Hal tersebut menjadi topik talkshow yang diadakan oleh Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB), Jumat (20/5/2022). Pada acara itu mendatangkan Prof. Suyadi  (Dekan sekaligus Guru Besar reproduksi ternak), Prof.Hendrawan Soetanto (Guru Besar Nutrisi Gizi Ternak Ruminansia, Dr. Suhermanto (Dosen Nutrisi Pakan Ternak dan konsultan kemitraan ternak sapi), dan Dr. Tri Eko Susilorini (Dosen Manajemen Ternak Perah).

Menurut Prof. Suyadi, dampak utama PMK ialah kerugian ekonomi yang luar biasa. Karena 90% peternakan di Indonesia didominasi oleh peternakan sapi rakyat. Dimana ternak hanya dijadikan tabungan, artinya hanya akan dijual ketika peternak membutuhkan uang. Rata-rata populasi pemeliharaannya bekisar dua hingga lima ekor per peternak. Selain itu harga ternak yang terinfeksi akan mengalami penurunan meski telah dinyatakan sembuh.

“Fenomena ini membuat kepanikan di tingkat peternak, bagaimana tidak kerugian telah membayang-bayangi mereka.”ujar Suyadi

“Oleh karenanya kita sebagai akademisi peternakan melalui talkshow ini berkontribusi memberikan pengarahan, pendampingan, dan penanganan dampak wabah PMK kepada peternak. Sehingga diharapkan dapat memberikan solusi dan jawaban akan kegundahan peternak.” lanjutnya

Dampak kerugian terbesar dirasakan oleh peternak sapi perah dibanding sapi potong. Pasalnya produksi susu menurun bahkan untuk kasus terparah ternak tidak bisa mengeluarkan susu. Sedangkan peternak rakyat memperoleh penghasilan harian dari susu yang dijual.  Tingkat kematian akibat PMK juga cukup tinggi untuk sapi anakan.

Peternak sapi perah dari KUD Sumber Makmur Ngantang – Kabupaten Malang juga mengalami hal serupa. Disampaikan oleh H. Sugito dan Yudiono yang turut hadir  berbagi cerita kondisi ternak sapi di Ngantang. Populasi ternak sapi di Ngantang berjumlah 17.835 ekor per April 2022 dengan menghasilkan rata-rata 11,31 liter susu per hari.

Kemudian di akhir bulan April satu per satu ternak sapi mengalami gejala demam tinggi, tremor, hidung mengeluarkan lendir, rongga dan moncong mulut melepuh, serta tidak mau makan dan minum. Hal itu dicurigai akibat ada salah seorang peternak yang melakukan pembelian sapi online dari Mojokerto meski sapi tersebut dalam keadaan sehat dan tidak menunjukan gejala sakit.

Hingga pertengahan Mei jumlah ternak terinfeksi dengan gejala klinis adalah 316 ekor, dan enam ekor mati (2 ekor pedet, 1 ekor sapi dara, dan 3 ekor sapi laktasi). Upaya pencegahan penyebaran virus dilakukan dengan mengisolasi ternak terinfeksi, penyemprotan disinfektan, dan pembatasan lalu lintas sapi.

Menyikapi hal itu Dr. Tri Eko menyampaikan agar ternak benar-benar memperhatikan good dairy farming. Yakni manajemen peternakan sapi perah yang meliputi reproduksi ternak, kesehatan ternak, higienis pemerahan, nutrisi (pakan dan air), kesejahteraan ternak, lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi.

“Yang terpenting kebersihan kandang dan asupan kualitas pakan yang diberikan ke ternak. Disamping menguatkan imun juga dapat meningkatkan produksi susu.” jelasnya

Sejalan dengan pendapat itu Prof. Hendrawan berpendapat bahwa tidak ada obat untuk PMK kecuali vaksinasi. Obat yang diberikan hanya memperkecil ruang lingkup penyebaran virus.

“Apabila ternak sudah terjangkit PMK maka yang harus diperhatikan adalah asupan nutrisinya untuk memperkuat imunitas guna melawan virus. Pakan peningkat imunitas harus mengandung vitamin A, C, dan E serta zat besi. Contohnya daun kelor yang memiliki vitamin C tujuh kali lipat daripada jeruk, tiga kali lipat vitamin A daripada wortel, dan senyawa-senyawa antioksidan.” papar Hendrawan

Pemberian pakan sebaiknya dalam bentuk jus jadi diblender dulu atau dikeringkan dan digiling menjadi bubuk, untuk memudahkan sapi menelannya.

“Pesan kami bagi masyarakat dan khususnya peternak, jangan panik! Jangan menjual ternak dengan harga murah dikala wabah seperti ini. PMK dapat disembuhkan dan tetap aman dikonsumsi bagi manusia jika dimasak di atas suhu 70 derajat celcius.”

“Perhatikan kebersihan kandang dan petugas kandang, berikan pakan yang berkualitas, dan tambahan vitamin.” pungkas Hendrawan (dta)