Stafsus Kementerian Kebudayaan RI Dorong Sinergi Pengembangan Rumah Budaya Indonesia FIB

Basuki Teguh Yuwono, S.Sn., M.H., Staf Khusus Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, dan Hamamah, Ph.D., Dekan FIB UB
Basuki Teguh Yuwono, S.Sn., M.H., Staf Khusus Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, dan Hamamah, Ph.D., Dekan FIB UB

Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) menyambut kunjungan Basuki Teguh Yuwono, S.Sn., M.H., Staf Khusus Bidang Sejarah dan Perlindungan Warisan Budaya Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, pada Rabu (22/1/2025). Diskusi yang berlangsung di Hall Lantai 7 Gedung A FIB UB ini bertujuan menjajaki kerja sama strategis antara Kementerian Kebudayaan dan FIB UB, khususnya dalam pengembangan Rumah Budaya Indonesia (RBI) dengan konsep Pentahelix ABCGM (Academic, Business, Community, Government, and Media).

Hamamah, Ph.D., Dekan FIB UB, memulai diskusi dengan memaparkan program RBI yang telah diinisiasi oleh UB di Tiongkok, khususnya di Tianjin Foreign Studies University (TFSU). Menurutnya, RBI tidak hanya menjadi media pembelajaran budaya, tetapi juga langkah strategis untuk soft diplomasi Indonesia di tingkat internasional.

“Kami mendapati banyak permintaan dari industri dan perusahaan di Tiongkok untuk pendampingan pembelajaran Bahasa Indonesia, termasuk dalam proyek-proyek seperti KCIC dan tambang di Kaltara. RBI menjadi langkah resiprokal terhadap Confucius Institute yang telah lama memulai diplomasi budaya Tiongkok,” jelas Hamamah.

Diskusi Staf Khusus Kementerian Kebudayaan RI dan FIB UB
Diskusi Staf Khusus Kementerian Kebudayaan RI dan FIB UB

Dia juga menekankan bahwa benda-benda budaya yang diletakkan di RBI, seperti buku, alat kebudayaan, hingga artefak seni, diharapkan menjadi media pembelajaran yang interaktif dan komprehensif.

Dalam diskusi, Basuki mengapresiasi langkah FIB UB meski usia fakultas ini masih tergolong muda. Dia menyebut program-program seperti RBI sebagai inisiatif luar biasa yang dapat menjadi model bagi kampus-kampus lain.

“Spirit yang luar biasa dari FIB UB ini harus diapresiasi. Program seperti RBI selaras dengan upaya kami di Kementerian Kebudayaan untuk memperluas diplomasi internasional. Kami berharap ini menjadi pintu untuk kerja sama yang lebih intens, tidak hanya dengan Tiongkok, tetapi juga dengan negara-negara lain,” ungkap Basuki.

Dia mendorong FIB untuk mengembangkan inisiatif kebudayaan lainnya, seperti museum dan digitalisasi warisan budaya, yang dapat menjadi pilar penting dalam ekosistem kebudayaan nasional.

“Museum tidak harus megah, tetapi bisa dimulai dari skala kecil, seperti di desa atau kampus, dengan pendekatan ‘museum tumbuh’ yang berkembang dari aktivitas kebudayaan itu sendiri,” tambah Basuki.

Diskusi juga menyoroti upaya menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional di ASEAN. Nanang Endrayanto, S.S., M.Sc., Wakil Dekan Bidang Umum, Keuangan, dan Sumber Daya, menyampaikan pentingnya mendukung penguatan bahasa melalui platform digital.

“Selain RBI, kami juga fokus pada pengembangan digital humanities, termasuk remidiasi benda-benda budaya yang interaktif. Kami berharap ini bisa bersinergi dengan inisiatif Kementerian Kebudayaan dan kampus-kampus lain,” jelas Nanang.

Foto Bersama Staf Khusus Kementerian Kebudayaan RI dan FIB UB
Foto Bersama Staf Khusus Kementerian Kebudayaan RI dan FIB UB

Selain itu, kebutuhan akan BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) dan UKBINA (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) di kampus dan perusahaan Tiongkok juga menjadi sorotan. Dr. Hipolitus Kristoforus Kewuel, S.Ag., M.Hum., Ketua Departemen Seni dan Antropologi Budaya, menambahkan bahwa sinergi antara pemerintah dan universitas sangat diperlukan untuk memenuhi permintaan ini.

“BIPA dan UKBINA sangat dibutuhkan, baik oleh instansi, perusahaan, maupun kampus-kampus di Tiongkok. Kami juga sedang menggandeng pemerintah daerah untuk mengembangkan kerja sama antar kota (sister city) dan industri berbasis budaya,” ungkap Hipolitus.

Di akhir diskusi, Basuki menyampaikan beberapa rekomendasi strategis, termasuk pengembangan museum dan pelibatan UB dalam program-program kebudayaan nasional. Ia juga mengusulkan agar pengembangan Museum Majapahit, yang akan diwujudkan Kementerian Kebudayaan, dapat melibatkan UB sebagai mitra strategis.

“Dengan sinergi yang kuat, UB bisa menjadi salah satu pilar utama kebudayaan, tidak hanya di Jawa Timur, tetapi juga di tingkat nasional. Banyak potensi yang bisa dimaksimalkan, termasuk museum dan digitalisasi budaya, untuk mendukung diplomasi kebudayaan Indonesia,” pungkas Basuki.

Diskusi ini menjadi langkah awal yang penting dalam memperkuat hubungan antara FIB UB dan Kementerian Kebudayaan. Dengan sinergi ini, diharapkan program-program seperti RBI, museum, dan digital humanities dapat menjadi model pengembangan kebudayaan berbasis akademik yang membawa dampak positif bagi Indonesia di tingkat global. [dts/Humas FIB/humas UB]