
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) menyelenggarakan Pengabdian kepada Masyarakat bertajuk “Sosialisasi Potensi Bencana di Wilayah Pariwisata”, Sabtu (11/05/2024).
Kegiatan yang bekerjasama dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ini dilakukan di Desa Pandanrejo sebagai desa wisata yang terkenal dengan wisata kebun dan petik stroberi. Turut hadir dalam kegiatan ini perwakilan dari KWT (Kelompok Wanita Tani) dan BUMDes setempat.
Kegiatan dilakukan di Lumbung Stroberi dalam bentuk sosialisasi dengan pemaparan materi mengenai potensi bencana di wilayah pariwisata beserta bentuk upaya mitigasinya
Ketua Tim Lutfi Amiruddin, S.Sos., M.Sc mengatakan bahwa pemaparan materi ditujukan untuk memberikan pengetahuan risiko bencana kepada masyarakat desa, terkhusus bagi mereka yang tinggal di desa sebagai wilayah pariwisata.
Melalui kegiatan sosialisasi ini, diharapkan dapat menjadi media bagi masyarakat setempat untuk dapat belajar mengenai sejarah Kota Batu termasuk di dalamnya Desa Pandanrejo hingga menjadi wilayah pariwisata.
“Melalui kegiatan ini diharapkan dapat membantu masyarakat setempat dalam mengidentifikasi dan memetakan berbagai macam potensi bencana yang mungkin muncul sejalan dengan perkembangan desa mereka sebagai wilayah pariwisata. Dengan demikian, masyarakat dapat mengambil tindakan sebagai bentuk upaya mitigasi atas kemungkinan risiko bencana yang akan terjadi ke depannya di wilayah Desa Pandanrejo, berbekal dari pengetahuan yang diperoleh selama kegiatan sosialisasi ini berlangsung,” papar Lutfi Amiruddin.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini menghadirkan perwakilan WALHI yang merupakan salah satu organisasi penggerak lingkungan hidup terbesar di Indonesia sebagai pemateri. WALHI merupakan organisasi non-profit yang berbasis lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada penyediaan advokasi bagi masyarakat atas kebijakan pengelolaan dan tata kelola lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan.
“Hadirnya perwakilan WALHI sebagai pemateri diharapkan dapat memberikan pemaparan materi yang komprehensif bagi masyarakat mengenai potensi bencana di wilayah pariwisata karena disampaikan langsung oleh ahlinya,” terang Lutfi yang juga merupakan Dosen Sosiologi FISIP UB.
Indra selaku perwakilan dari WALHI menyampaikan bahwa Kota Batu, jika dilihat dari akar sejarahnya bisa dikatakan sebagai tanah bebas pajak dengan beragam potensi besar yang menyertainya. Bahkan Indra menyebut Kota Batu sebagai kota surga dengan sumber mata air melimpah serta kondisi tanah yang subur.
“Oleh sebab itu, sulit untuk mengatakan ataupun berbicara perihal bencana di Kota Batu, karena kota ini dianggap sebagai wilayah yang ideal sehingga aman dari bencana. Meskipun pada dasarnya potensi bencana tetap hadir menyertai lika-liku perkembangan Kota Batu,” kata Indra.
Menurut Indra bencana sangat beragam mulai dari bencana alam seperti gunung meletus, bencana non-alam seperti kegagalan teknologi, modernisasi, dan bencana sosial seperti kesenjangan sosial maupun ekonomi yang berubah menjadi konflik sosial.
Untuk itu perlu adanya pemetaan potensi bencana, seperti pada sungai di selatan Desa Pandanrejo yang menjadi salah satu jalur dari arus banjir bandang tahun 2020. Di Desa Pandanrejo sendiri, sama halnya seperti yang terjadi di Desa Bulukerto, Indra memaparkan tidak ada catatan sejarah kebencanaan sebelum banjir bandang tahun 2020. Jadi potensi bencana yang mungkin terjadi lebih kepada bencana non-alam.
Materi dilanjutkan dengan pemaparan sejarah perkembangan Desa Pandanrejo dan Kota Batu menjadi wilayah pariwisata. Menurut Indra , sebelumnya Desa Pandanrejo tidak sepadat sekarang, pada tahun 2001 di Kota Batu tidak terlalu banyak pemukiman, akan tetapi, dalam kurun waktu 20 tahun, beberapa wilayah pemukiman bertambah karena urbanisasi. Akibatnya tingkat keamanan lalu lintas di Kota Batu semakin rendah seiring dengan berkembangnya pariwisata di wilayah ini.
Menurutnya, warga Desa Pandanrejo yang secara produksi adalah petani, jika dikaitkan dengan arus urbanisasi serta pembangunan wilayah yang tidak terkontrol dapat mengubah cara produksi masyarakat setempat yang berakibat pula pada hilangnya ruang hidup serta tergusurnya mata pencaharian mereka. Hal itu sangat relevan terjadi, ketika keterampilan bertani yang sifatnya alamiah dengan sistem kerjasama tidak digunakan lagi, digantikan dengan keterampilan praktikal bekerja di hotel-hotel.
Dengan demikian, perkembangan dan pembangunan pariwisata yang tidak memperhatikan keterampilan dari warga lokal akan meningkatkan resiko bencana yang berpotensi menjadi konflik sosial, ketidakstabilan ekonomi, dan degradasi lingkungan di wilayah pariwisata Kota Batu.
Di akhir penyampaian materi, Indra selaku pemateri menegaskan bahwa mitigasi hanya ditujukan untuk mengurangi resiko bencana bukan berarti menghilangkan bencana, sebab bencana adalah bagian dari aktivitas makhluk hidup. Menurutnya mitigasi potensi bencana Kota Batu sebagai wilayah pariwisata tergantung dari pilihan arah pertumbuhan wisata yang akan diambil kedepannya apakah pembangunan diarahkan menuju kota pariwisata atau kota agropolitan. Kemudian Indra juga turut menyinggung perihal administrasi bencana yang tidak dapat dibatasi dalam kewilayahan, sehingga penanggulangannya harus dilakukan bersama. [Sos/Irene]