Program Wajib Kerja Satu Tahun Untuk Dokter Spesialis Baru

Seorang spesialis dituntut untuk bekerja profesional dan akuntabel dalam koridor hukum yang berlaku saat menjalankan profesinya agar tidak mendapat kesulitan. Pjs Ketua Tim Koordinator Pelaksana Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (TKP PPDS FK UB) dr. Eko Arisetijono, SpS (K) menyampaikan hal ini saat pelantikan 12 dokter spesialis baru. Pelantikan diselenggarakan di Gedung Dekanat FK UB pada Jum’at (21/10/2016).

Dengan mulai diberlakukannya AFTA, Eko mendorong para dokter spesialis baru tersebut untuk terus meningkatkan kemampuan baik dibidang keilmuan maupun profesinya. Dengan begitu, mereka diharapkan bisa menjadi tuan di negeri sendiri atau bahkan mampu mengabdikan ilmunya ke area yang lebih luas dan global.

Ke-12 dokter spesialis baru itu adalah Dr. Langga Sintong, SpOT; dr. Nuke Erlina Mayasari, SpM; dr. Saiful Rijal, SpM; dr. Arif Kusumo Rahardjo, SpB; dr. Maria Rachmawati, SpA; dr. Zenia Angelina, SpA; dr. Dian Kurniasari, SpA; dr. Nur Izzati, SpS; dr. Annisa Nurul Arofah, SpS; dr. Nathalia Mayasari Soedarko, SpTHT-KL; dr. Wella Karolina, SpJP dan dr. YF Galuh Retno Anggraini, SpJP.

Peningkatan pengetahuan, menurut Ketua Ikatan Alumni FK UB dr. Sutrisno, SpOG(K) dapat dilakukan melalui upaya untuk terus menjalin komunikasi dengan alumni dan almamater sehingga bisa terjalin hubungan antar alumni dengan baik. Hal ini menurutnya penting dengan semakin kompleks dan beratnya tantangan dunia kedokteran seperti tuntutan kualitas pelayanan kesehatan, biaya kesehatan yang semakin meningkat, kesadaran hukum masyarakat yang semakin tinggi serta globalisasi pelayanan kesehatan.

Lebih jauh, Sutrisno menghimbau para dokter spesialis baru untuk mempertimbangkan pengabdian pada daerah yang sangat membutuhkan. Hal ini menurutnya untuk memenuhi pemerataan pelayanan medis spesialistis di seluruh Indonesia yang merupakan program pemerintah dan kebutuhan bangsa Indonesia. “Berbeda dengan beberapa periode yang lalu, pemerintah saat ini sangat memfasilitasi mereka yang mau mengabdikan dirinya,” kata Sutrisno. Selain itu, dirinya juga berharap agar pimpinan serta rumah sakit pendidikan mau memperhatikan alumni FK UB yang bersedia mengabdikan dirinya  dengan tidak melupakan standar pendidikan yang berlaku.

Dalam pidato yang dibacakan oleh Wakil Direktur Bidang Pendidikan dan Pengembangan Profesi dr. Bachtiar Budianto, SpB (Onk) (K); Direktur RSUD Dr. Saiful Anwar dr. Restu Kurnia Tjahjani, M.Kes menyampaikan bahwa pendidikan dokter merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan nasional. Penguasaan keilmuan, keterampilan, dan perilaku lulusan dokter menurutnya menjadi salah satu penentu kualitas pelayanan asuhan medis kepada masyarakat. Karena itu, ia menekankan pentingnya penjaminan mutu pendidikan kedokteran sebagai upaya menjawab kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Menurut Restu Kurnia, tantangan profesi kedokteran masih memerlukan penguatan dalam aspek perilaku profesional, mawas diri, pengembangan diri serta komunikasi efektif. Hal ini merupakan dasar dari rumah bangun kompetensi dokter Indonesia yang memformulasikan karakteristik dokter ideal yakni meliputi profesional, kompeten, beretika, serta memiliki kemampuan manajerial dan kepemimpinan. Untuk itu, para dokter dituntut mampu menerapkan ilmu biomedik, ilmu humaniora, ilmu kedokteran klinik, serta ilmu kesehatan masyarakat/kedokteran pencegahan/kedokteran komunitas yang terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara holistik dan komprehensif. Dokter, kata Restu, perlu untuk bisa menulis resep obat secara bijak dan rasional (tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat frekuensi dan cara pemberian serta sesuai kondisi pasien), jelas, lengkap dan dapat dibaca.

Di hadapan para dokter spesialis baru, Restu juga menyinggung konsep managed care yang menjadi acuan dalam pelayanan kesehatan diera Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Managed care adalah keterpaduan antara pelayanan kesehatan yang bermutu dan pembiayaan yang terkendali. Pelayanan kesehatan ini meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yang diwujudkan dengan pola pembiayaan yang dapat mengendalikan kenaikan biaya pelayanan, antara lain dengan prospective payment dan pelayanan kesehatan berjenjang. Sebagai pelaku utama layanan kesehatan, dokter diharapkan mampu melakukan kendali mutu serta kendali biaya sesuai dengan standar kompetensi dokter dalam sistem JKN.

Dalam paparannya, Dekan FK UB Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes menyampaikan program wajib kerja satu tahun bagi dokter spesialis yang baru lulus sebagai upaya pemerataan dokter spesialis disamping merupakan kebutuhan bangsa dan negara Indonesia. Terkait program wajib kerja tersebut, lulusan FK UB mendapat lokasi di Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Berbagai permasalahan, menurutnya bisa ditemui para dokter spesialis baru tersebut di lapangan. Seperti keterbatasan peralatan di rumah sakit daerah. Meskipun begitu Sri Andarini berharap agar mereka bisa memberi pelayanan yang optimal dan sebaik-baiknya dengan prinsip tiada rotan akar pun jadi. Selain itu, agar aman dalam menjalankan tugas, Dekan berharap lulusan FK UB bisa mencermati dan memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No. 17/KKI/KEP/VIII/2016 tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran. [denok/Humas UB]