
Prof. Dr. Agr. Sc. Hagus Tarno, SP., MP. merupakan profesor bidang Entomologi Pertanian. Ia dikukuhkan Minggu (15/10/2023), di Universitas Brawijaya (UB).
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Potensi MESS (Modified Ecological Engineering Strategy) Dalam Pengelolaan Kumbang Ambrosia, Prof Hagus mengatakan salah satu kelompok serangga yang berperan penting dalam ekosistem pertanian dan hutan adalah kumbang ambrosia. Istilah “kumbang ambrosia” mengacu pada strategi ekologi yang dimiliki oleh kelompok kumbang penggerek kayu dari beberapa kelompok taksonomi. Kebanyakan kelompok kumbang ambrosia berevolusi dari kumbang kulit kayu (bark beetles)(Curculionidae: Scolytinae), yakni kelompok dari beragam kumbang penggerek yang bersarang di pohon. Kumbang ambrosia tidak memakan jaringan pohon; namun sebaliknya, mereka memasukkan jamur simbiosis ke dalam lorong gerekannya, yang sebagian besar adalah makanan kumbang ambrosia.

Pendekatan pengelolaan kumbang ambrosia selama ini masih menggunakan pendekatan tunggal seperti penggunaan pestisida, baik hanya insektisida maupun insektisida yang dikombinasi dengan fungisida.
Rekayasa ekologi selama ini lebih pada pengelolaan vegetasi untuk modifikasi habitat yang menguntungkan bagi musuh alami, namun dalam pendekatan MEES, semiokimia dapat menjadi bagian penting dalam pendekatan rekayasa ekologi. Strategi rekayasa ekologi yang termodifikasi (MEES) meliputi, penggunaan semiokimia tunggal (penarik) maupun berpasangan (kombinasi penarik dan penolak), heterogenisitas lanskap, penjarangan tanaman dan sanitasi.
Keunggulan MEES adalah mengurangi potensi peledakan populasi kumbang ambrosia, ramah lingkungan, dapat digunakan sebagai peringatan dini, dan lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintetik. Kelemahan MEES adalah membutuhkan perencanaan yang baik, pengetahuan terhadap aspek bioekologi kumbang ambrosia, dan hasilnya tidak dapat dilihat dalam waktu singkat. [Oky]