Prof. Afifah Kusumadara: Model P3P untuk Selesaikan Sengketa berdasar Pilihan Pengadilan

Prof. Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD dikukuhkan sebagai Profesor dalam bidang Hukum Perdata Internasional

Prof. Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD dikukuhkan sebagai Profesor dalam bidang Hukum Perdata Internasional, Kamis (28/11/2024), di gedung Samantha Krida Universitas Brawijaya (UB). Ia merupakan Profesor aktif ke-9 di Fakultas Hukum, dan Profesor aktif ke-210 di UB, serta menjadi Profesor ke 386 dari seluruh Profesor yang telah dihasilkan UB.

Ia menyampaikan pidato ilmiah dengan judul “Model P3P untuk Penyelesaian Sengketa berdasar Pilihan Pengadilan”.

Saat ini, banyak pihak di Indonesia terlibat dalam kontrak komersial lintas-batas negara yang mengandung klausula pilihan pengadilan, di mana para pihaknya sepakat untuk memilih pengadilan tertentu, baik di Indonesia maupun di negara lain, untuk menyelesaikan sengketa di antara mereka.

Karena hukum acara perdata Indonesia tidak tegas mengatur tentang pilihan pengadilan/choice of court yang menunjuk yurisdiksi asing, maka pengadilan di Indonesia sering tidak mengakui kewenangan pengadilan asing yang dipilih oleh para pihak. Pengadilan Indonesia tetap mengadili sengketa para pihak, walaupun para pihak telah memilih pengadilan asing dalam perjanjian choice of court mereka.

Ketika pengadilan Indonesia tidak mengakui kewenangan pengadilan negara lain yang telah dipilih para pihak, pengadilan Indonesia telah menimbulkan ketidak-pastian hukum terkait pelaksanaan prinsip party autonomy dan perjanjian choice of court yang telah disepakati secara sah oleh para pihak. Ketidak-pastian tentang kewenangan pengadilan yang telah dipilih para pihak mengakibatkan meningkatnya biaya penyelesaian sengketa dan mengurangi kemudahan berbisnis di Indonesia.

Model P3P (Pilihan Pengadilan Para Pihak) yang dibahas adalah “penyelesaian sengketa perdata internasional berdasarkan pilihan pengadilan para pihak”. Model penyelesaian sengketa ini adalah model yang sesuai dengan prinsip kebebasan berkontrak yang memberikan hak kepada para pihak dalam kontrak untuk membuat ketentuan sendiri bagi mereka, termasuk ketentuan penyelesaian sengketanya.

Model ini baru karena hukum Indonesia tidak mengatur tentang kewenangan pengadilan asing yang sering dipilih para pihak dalam kontrak internasional.  Hal ini tidak diatur dalam peraturan perundangan Indonesia, karena Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata lebih mengutamakan prinsip penggugat menggugat di tempat tergugat, daripada di pengadilan yang dipilih para pihak.

Oleh karena itu, model yang ditawarkan disini akan dapat menciptakan kepastian hukum dan memberikan penyelesaian sengketa yang efisien untuk menarik investor asing serta menaikkan peringkat Business Ready Indonesia. Namun disisi lain model ini mungkin dapat menimbulkan keresahan pada para hakim Indonesia yang ingin mempertahankan kekuasaan kehakiman yang diberikan oleh Konstitusi. [Irene]