Universitas Brawijaya (UB) mengadakan Workshop Manajemen Krisis dalam Perspektif Kehumasan Perguruan Tinggi, Jumat (12/07/2024). Kegiatan ini dilaksanakan di Ijen Suites Resort & Convention, Gatotkaca Meeting Room, dalam rangka peningkatan kinerja Hubungan Masyarakat di Perguruan Tinggi. Kegiatan yang diprakarsai oleh Subdivisi Kehumasan-Divisi Informasi dan Kehumasan ini dihadiri oleh jajaran Rektorat, Dekanat fakultas, Ketua Lembaga, Direktur, Kepala UPT, Kepala Divisi, Ketua PSIK dan staf kehumasan fakultas dan unit kerja.
Sekretaris Universitas Dr. Tri Wahyu Nugroho, S.P., M.Si saat membuka acara menyampaikan, humas memiliki peran penting dalam memaintain opini eksternal, dan mengedukasi ketika terdapat hal yang tidak sesuai dengan faktanya.
“Akhir-akhir ini marak informasi palsu seperti WA penipu yang mengatasnamakan pimpinan universitas, juga isu dan opini baik internal maupun eksternal. Humas perguruan tinggi dituntut mampu menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, serta mengantisipasi isu berkembang liar,” katanya.
Pada sesi pertama kegiatan ini, hadir Praktisi Komunikasi Digital Dr. Rulli Nasrullah, M.Si. Ia membawakan materi “Manajemen Krisis dalam Perspektif Perguruan Tinggi”.
Menurut pria yang akrab disapa Kang Arul ini, salah satu upaya yang bisa dilakukan humas perguruan tinggi untuk mengantisipasi krisis dalam perspektif kehumasan ialah dengan memiliki pilar konten.
“Perlu adanya panduan atau regulasi kehumasan di mana branding untuk UB satu pintu melalui humas pusat. Perencanaan konten, mana yang boleh dan tidak boleh, serta adanya koordinasi baik antara humas pusat dan humas fakultas/unit kerja,” ungkap kang Arul.
Publikasi konten memerlukan pilar yang merupakan panduan dari sifat konten, yakni antara konten internal dan konten eksternal yang secara kebermanfaatannya terkait dengan khalayak umum atau hanya untuk kepentingan internal.
Dalam publikasi konten media sosial, beberapa jenis konten berdasarkan sumber atau bahan di perguruan tinggi, yakni peristiwa, mahasiswa, panduan, sarana dan prasarana, infografis, pustaka, rilis media, serta dosen dan SDM.
Arul juga menjelaskan bahwa kehumasan berperan dalam komunikasi digital dimulai dari brand-digital-myth sebagai dasar dalam menentukan arah komunikasi strategis.
“Dalam praktiknya media sosial tidak dapat lagi disebut sebagai pemadam kebakaran, di mana media sosial sebagai wadah untuk mengklarifikasi isu. Ketika netizen marah, jangan terburu-buru klarifikasi, karena netizen akan semakin menyerang. Pada dasarnya netizen hanya butuh jawaban, bukan penjelasan,” jelasnya.
Sesi ini ditutup dengan tenya jawab. Salah satu peserta menanyakan terkait informasi internal yang dipublikasikan dan informasi yang berkolaborasi dengan akun kegiatan mahasiswa dengan engagement lebih sedikit. Jawabannya, “Balik dulu ke tujuan awal, untuk apa membuat akun media sosial, apakah harus viral atau untuk penyampaian informasi yang optimal,” katanya.
Kegiatan ini juga dilanjutkan dengan pemaparan materi “Kebijakan Peran Humas Pemerintah di Era Digital” oleh narasumber Ketua Tim Kerja Sama dan Humas Ditjen Diktiristek Yayat Hendayana, S.S., M.Si, Penanggung Jawab Humas Ditjen Diktiristek Doddy Zulkifli Indra Atmaja, S.Ikom., M.Si. [Zakiyyatu Fadzilla/Irene]