Potensi Neodymium doping Polydopamine Sebagai Alternatif Pengobatan Kanker Serviks

Foto Tim Sedang Melakukan Proses Mengukur berat Bahan
Foto Tim Sedang Melakukan Proses Mengukur berat Bahan

Kanker serviks merupakan penyakit yang cukup mematikan. Indonesia menempati posisi ke-8 sebagai negara dengan kasus kanker serviks terbanyak di Asia hingga menyebabkan 234.511 juta wanita meninggal. Sehingga, kanker serviks menjadi permasalahan yang harus diselesaikan. Saat ini solusi yang dapat diberikan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes) untuk menekan penyakit ini adalah melalui pemberian suntik HPV dan kemoterapi pada pasien yang sudah terpapar. Penggunaan kemoterapi justru menjadi permasalahan yang cukup serius. Selain dapat menyebabkan komplikasi yang parah, juga menurunkan sensitivitas obat sehingga membuat kanker menjadi lebih ganas. Oleh sebab itu, kemoterapi perlu dialihkan pada terapi agar lebih minim resiko.

Mengacu pada permasalahan tersebut, Empat mahasiswa FMIPA dari Departemen Fisika, Departemen Biologi dan Departemen Kimia Universitas Brawijaya melakukan sebuah riset terkait alternatif pengobatan kanker serviks dengan metode Photothermal Terapi (PTT) sekaligus pemanfaatan nanoteknologi berupa Neodymium doping Polydopamine nanopartikel.

Lima mahasiswa yang terdiri dari Aulya Rahman Rachmadani, Erman Permana RajaGukGuk, Widiya Devi Rahmawati, Roshella Ratna Ardhiyani dan Iwan Andreano dibawah bimbingan Dr. Drs. Unggul Pundjung Juswono, M.Sc mengembangkan suatu alternatif pengobatan dengan memanfaatkan potensi Neodymium doping Polydopamine sebagai Alternatif Pengobatan Kanker Serviks dengan Photothermal Therapy yang kemudian diuji pada tikus model putih betina (Rattus norvegicus). Penelitian ini didanai oleh Kemendikbudristek dan UB  melalui skema pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta tahun 2024.

“Pada saat ini, metode penyembuhan kanker serviks salah satunya adalah dengan menggunakan kemoterapi yang menyebabkan komplikasi pada sekitar jaringan target yang terindikasi kanker, selain itu kemoterapi juga menurunkan sensitivitas obat sehingga membuat kanker menjadi lebih resisten,” kata Erman.

Foto Anggota Tim Sedang Proses memasukan bahan sebelum dilakukan stirer
Foto Anggota Tim Sedang Proses memasukan bahan sebelum dilakukan stirer

Anggota tim lain Iwan menambahkan, saat ini terdapat teknologi medis yang sedang diminati untuk metode terapi kanker yakni dengan Photothermal Therapy (PTT). PTT diklaim lebih aman karena mampu diarahkan pada sel target secara langsung dan meminimalisir kerusakan pada jaringan sehat yang terkena efek sinar Near- Infrared (NIR). Namun, PTT dengan panjang gelombang cukup besar dapat mengakibatkan penetrasi ke jaringan kulit berkurang sehingga mengakibatkan keganasan sel dan kerusakan pada jaringan sehat apabila dilakukan pada intensitas dan suhu tinggi” ujar Iwan, anggota penelitian lain yang menanggapi pernyataan Erman.

Menurut Widiya, tentunya terdapat tantangan dalam melakukan metode PTT ini terutama dalam meningkatkan efektivitasnya, meskipun begitu hal tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan sistem penghantaran obat (Drug Delivery System) berupa nanopartikel. Pada penelitian ini, tim menggunakan Neodymium nanopartikel sebagai agen utama Photothermal  kemudian Polydopamine sebagai agen dalam konversi energi serta penyerapan cahaya sekaligus memiliki sifat biokompatibilitas dan biodegradabilitas yang tinggi pada tubuh.

“Pada penelitian ini kami menggunakan model tikus putih betina yang akan diinjeksikan secara subkutan dengan Neodymium/Polydopamine Nanoparticle (NP NPI) dengan dosis tertentu, yang kemudian dilakukan penyinaran dengan Near-Infrared (NIR). Selanjutnya kami melakukan beberapa uji terhadap tikus secara simultan, terutama adalah distribusi dan stabilitas panas ,selain itu dengan perlakuan yang sama pada Sel HeLa yang diuji terkait perkembangan kanker”ujar Aulya

Pada hasil penelitian diperoleh bahwa nanopartikel Neodymium/Polydopamine (NP NPI) akan lebih mudah diserap menuju jaringan tertentu. Selain itu sistem penghantaran yang dimodifikasi terbukti mampu meningkatkan stabilitas dan distribusi panas saat dilakukan penyinaran Near-Infrared (NIR). Di lain sisi, pada Sel heLa diberikan perlakuan yang sama dengan sebelumnya dan terbukti bahwa nanopartikel Neodymium/Polydopamine (NP NPI) lebih mudah diserap oleh Sel HeLa dan sekaligus akan mengalami apoptosis setelah diberikan penyinaran Near-Infrared (NIR).

Foto Hasil Akhir Sintesis Neodymium dan Dopping dengan Polydopamine
Foto Hasil Akhir Sintesis Neodymium dan Dopping dengan Polydopamine

“Metode penyembuhan kanker ini sedang dalam tahap pengembangan serta metode ini berpotensi sesuai tujuannya, namun masih terdapat evaluasi dan syarat yang harus dipenuhi secara klinis, agar metode ini dapat diimplementasikan secara medis. Kami berencana pengembangan metode ini tidak hanya berhenti pada program PKM dan skala laboratorium, namun kami akan berusaha dalam mengembangkan dan mengoptimalisasi metode ini” tambah Roshella selaku salah satu peneliti.

Aulya, anggota penelitian yang lain melanjutkan pernyataan Roshella bahwa penelitian ini memang sedang dalam tahap pengembangan dan harapannya dapat menjadi salah satu alternatif metode dalam penyembuhan kanker yang non invasif.

“Pengembangan metode baru untuk terapi kanker di Indonesia memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi, namun bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan. Walaupun masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, harapan metode ini akan dapat dioptimalkan lebih lanjut agar menuju fase klinis sehingga dapat berjalan sesuai kaidah yang dipersyaratkan” imbuh Aulya

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu metode alternatif penyembuhan kanker serviks di Indonesia dan sebagai kontribusi nyata mahasiswa Universitas Brawijaya untuk penyembuhan kanker serviks di Indonesia saat ini. (*/OKY/Humas UB)