Berawal dari ketimpangan harga antara garam rakyat dan garam pro analis untuk kebutuhan analisis pada laboratorim, serta banyaknya kendala analisis mikrobiologi di berbagai lembaga edukasi yang disebabkan karena mahalnya harga garam pro analis, maka perlu dipikirkan solusi tepat untuk menyelesaikan kedua kendala tersebut.
Garam (NaCl) pro analis mempunyai harga Rp. 1.469.852/kg, sedangkan garam rakyat hanya 500 – 1.500/kg. Perbedaan garam proanalisis dan garam dapur terletak pada jumlah NaCl yang dikandung didalamnya. Garam proanalisis memiliki kadar NaCl sebesar 99%, sedangkan garam rakyat atau juga garam dapur memiliki kadar NaCl sebesar maksimal 95%. Tinggi kadar NaCl menentukan kualitas NaCl, semakin tinggi maka semakin berkualitas.
Hal ini membuat, Jessica Della Gracia Bangun bersama dua orang temannya Ifa Sufaichusan dan Helmi Avita mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UB dibawah bimbingan Dr.Sc. Asep Awaludin Prihanto, S.Pi, MP melakukan kajian dan penelitian tentang metode pemurnian garam rakyat dimana hasil dari pemurnian tersebut diharapkan dapat digunakan untuk kepentingan analisis mikroorganisme.
Penelitian yang dilakukan menggunakan data sekunder, Jessica dan teman-temannya berhasil menemukan metode yang tepat dalam pemurnian garam rakyat yang awalnya memiliki kadar NaCl sebesar 87,80% dapat ditingkatkan kemurniannya sampai 98,62%. Garam dengan kadar NaCl 98,62% ini sudah mendekati garam pro analis, sehingga dapat digunakan untuk analisis pertumbuhan mikroorganisme di laboratorium.
“Kami menganalisis tiga metode dalam proses pemurnian garam yaitu rekristalisasi, pengendapan dan hidroekstraksi batch, dari ketiga metode tersebut metode rekristalisasi adalah metode pemurnian garam terbaik karena menghasilkan kadar NaCl tertinggi” jelas Jessica.
Garam rakyat dipilih menjadi bahan utama pemurnian garam karena harganya yang murah. Garam rakyat ternyata berpotensi untuk dijadikan garam proanalisis dengan dilakukan teknik pemurnian yang tepat, sehingga mengurangi pengotor dan menaikkan kadar NaCl.
Dengan demikian, harga jual menjadi lebih mahal namun masih terjangkau bagi masyarakat yang akan memanfaatkannya sebagai material garam untuk keperluan pendidikan. “Garam hasil pemurnian dari garam rakyat untuk keperluan analisis mikroorganisme ini kami sebut sebagai GARMIC, yang merupakan singkatan dari garam mikrobiologi,” jelas Ifa dan Helmi.
Program ini akan terus dikembangkan sampai hasil pemurnian garam ini layak untuk dijual sehingga institusi pendidikan dapat membeli NaCl yang memiliki kualitas setara dengan NaCl pro analis komersial namun dengan harga yang jauh lebih terjangkau.
“Melalui program ini diharapkan para petani garam akan lebih sejahtera, Lembaga edukasi dapat melakukan analisis mikroorganisme dengan lebih mudah dan murah dan dalam jangka panjang diharapkan pemerintah akan dapat mengurangi impor garam dan lebih mengoptimalkan potensi garam rakyat di Indonesia”, pungkas Jessica. (JCH).