Kawasan agroekosistem di provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berupa rawa/hulu Sungai Mahakam, sedangkan di Kalimantan Utara (Kaltara) adalah persawahan dataran tinggi. Beriklim tropis basah dan tidak mempunyai batas musim yang jelas antara kemarau dan penghujan.
Kondisi tersebut berpotensi untuk mengembangkan usaha ternak kerbau. Pasalnya kerbau merupakan ternak semiakuatik yang menyukai daerah panas dan lembab. Beternak kerbau di Kaltim dan Kaltara telah dilakukan oleh peternak secara turun temurun sebagai warisan terdahulu.
Namun dalam satu dekade ini populasi ternak kerbau mengalami penurunan. Penyebabnya antara lain peningkatan permintaan daging kerbau, berkurangnya lahan penggembalaan, tingginya pemotongan pejantan dan betina aktif, kurangnya pakan, rendahnya pengetahuan peternak, serta kesulitan menjangkau permodalan dari perbankan.
Pendapat itu diutarakan oleh Ludy Kartika Kristianto, S.Pt.,MP, staf balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Badan Litbang Kementrian Pertanian, Kaltim, melalui penelitiannya. Bersama Prof. Zaenal Fanani, Dr. Bambang Ali Nugroho, dan Hari Dwi Utami, Ph.D sebagai promotor, ia melakukan penelitian untuk mengidentifikasi pola usaha ternak kerbau dari hulu, on farm, dan hilir pada agroekosistem rawa/hulu Sungai Mahakam dan di dataran tinggi. Serta mengetahui potensi dan prospek pengembangan usaha ternak kerbau berdasarkan penyusunan skala prioritas dan aspek finansial.
“Saya mengambil sampel penelitian yang berlokasi di Kecamatan Muara Muantai (Kaltim) dan Muara Wis (Kaltara), secara purposive sampling dengan pertimbangan kedua wilayah memiliki populasi ternak kerbau yang dapat mewakili agroekosistem rawa/hulu Sungai Mahakam dan persawahan di dataran tinggi.” Jelasnya
Data diperoleh dari hasil kuisioner yang disebar kepada responden yang telah ia pilih berdasarkan kelayakan usaha. Yangmana terklasifikasi menjadi data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola usaha ternak kerbau sangat dipengaruhi oleh agroekosistem. Dimana pada agroekosistem rawa/hulu Sungai Mahakam (semi-ekstensif tradisional) kinerja produksi dan reproduksi kerbau lebih baik dibandingkan dengan agroekosistem persawahan dataran tinggi.
Hal ini disebabkan perbedaan ketersediaan, kuantitas, dan kualitas hijauan pakan, peluang terjadinya perkawinan antara pejantan dan induk lebih memungkinkan, dan peran ternak kerbau sebagai ternak kerja.
Sementara itu strategi usaha pengembangan budidaya ternak kerbau di Kecamatan Muara Muantai dan Muara Wis diperoleh tiga prioritas kriteria utama, yaitu kelompok ternak, perkandangan, dan keberadaan serta peran kelembagaan pembiayaan. Ketiga kriteria ini merupakan skala prioritas utama untuk mendukung berkembangnya usaha ternak kerbau pada agroekosistem rawa/hulu Sungai Mahakam.
Sedangkan skala prioritas utama untuk mendukung berkembangnya usaha ternak kerbau pada agroekosistem persawahan dataran tinggi mencakup pakan, daya dukung pakan alami, dan produksi.
Ludy merupakan mahasiswa program doktor di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB). Melalui penelitian ini, ia telah menempuh ujian disertasi terbuka dan dinyatakan lulus, Kamis (19/12/2019). (dta)