Pikukuh Karuhun Sebagai Penentu Keberlanjutan Konsumsi Masyarakat Baduy Luar

Tim PKM RSH Fakultas Pertanian
Tim PKM RSH Fakultas Pertanian

Lima mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB), yaitu Mohamad Maulidan, Ayuni Kusumawati, Nur Aisyah Aminy, Rosita Nadha Febriany, dan Sofika Rahmadani, telah berhasil meneliti pola sirkulasi ekonomi masyarakat Baduy Luar berdasarkan Pikukuh Karuhun. Kegiatan penelitian ini merupakan bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) yang diselenggarakan oleh Kemenristekdikti di bawah bimbingan Ibu Hafida Ruminar, S.Pd., M.Pd

Menurut Mohamad Maulidan, selaku Ketua Tim, “Peningkatan penduduk Baduy diikuti dengan penurunan lahan pertanian menjadikan kami tertarik untuk mengkaji mengenai Pikukuh Karuhun sebagai kearifan lokal Baduy serta implikasinya terhadap keberlanjutan konsumsi mereka”.

Keanekaragaman suku dan budaya lokal memiliki keunikan yang memengaruhi gaya hidup masyarakat adat di seluruh wilayah Indonesia. Pikukuh Karuhun menjadi sebuah kearifan lokal masyarakat Baduy yang mengatur segala hal tentang kehidupan mereka. Pikukuh Karuhun memuat perintah untuk menjaga alam dan menentang adanya pembukaan lahan pertanian. Namun, terjadi peningkatan jumlah penduduk Baduy yang mengharuskan pemekaran desa baru dan pembangunan rumah-rumah.

Berdasarkan Perda Bupati Lebak tahun 2001 No. 32, wilayah hak ulayat suku Baduy mencakup 5.100 Ha, di mana 3.000 Ha merupakan hutan lindung dan hutan larangan yang tidak boleh digunakan untuk budidaya pertanian. Studi sebelumnya oleh Sukandar dan Mudjajanto (2009) menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat Baduy bekerja sebagai petani, dengan persentase 98,6% untuk suami dan 90,7% untuk istri. Namun, peningkatan jumlah penduduk menyebabkan tergesernya lahan pertanian oleh pemukiman masyarakat Baduy.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola sirkulasi ekonomi masyarakat Baduy Luar terbagi menjadi tiga sektor ekonomi, yaitu pertanian, perdagangan, dan pariwisata.

Menurut Jaro, Saija, “Kegiatan berladang (ngahuma) merupakan salah satu bagian dari Pikukuh yang wajib dilakukan dengan menanam berbagai tanaman pangan utamanya padi huma. Masyarakat Baduy juga berdagang, dengan menjual barang-barang hasil kerajinan tangan seperti kain tenun, tas koja, madu, dan cenderamata. Selain itu, Baduy telah lama menjadi tujuan wisata, atau yang mereka sebut Saba Budaya Baduy, dan kami mendampingi para wisatawan yang ingin berkunjung.”

Riset ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan stakeholder terkait untuk mengembangkan budaya Pikukuh yang sesuai dengan perkembangan zaman serta perluasan wilayah hak ulayat Baduy untuk melakukan budidaya pertanian. Selain itu, riset ini juga dapat menjadi acuan bagi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia untuk melestarikan kebudayaan suku Baduy.(Sofika/WDD/Humas UB)