Produksi tempe akan menghasilkan limbah cair tempe yang memiliki kandungan nutrien cukup tinggi sehingga meningkatkan nilai chemical oxygen demand (COD) pada air. Hal ini akan meningkatan nilai polusi air jika limbah cair tempe dibuang langsung ke lingkungan. Menurut peraturan Menteri lingkungan hidup tahun 2014, nilai COD tidak boleh melebihi 150 mg/L. Tetapi pada beberapa kasus, Kampung Sanan misalnya, memiliki nilai COD sebesar 3.782 mg/L. Hal ini menandakan tingginya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh limbah cair tempe.
Berdasarkan permasalahan tersebut, mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya membuat suatu inovasi untuk mengurangi jumlah limbah tempe di lingkungan air dengan membuat sebuah fotokatalis dari pasir besi dan abu vulkanik berbentuk beads yang kinerjanya dibantu oleh sinar. Mereka adalah Pandan Sari Intan Cahyani (Kimia 2017), Asnaili Alfi Nurillah (Kimia 2017), dan Aditiya Anggraeni (Kimia 2018).
Ketua tim Pandan Sari Intan Cahyani menjelaskan, Fotokatalis merupakan material kimia yang didapatkan dari penggabungan bahan semi konduktor dan pengemban. Dan pasir besi dipilih karena kaya akan besi oksida. Besi oksida merupakan material semikonduktor yang mampu menangkap sinar secara optimal untuk membantu terjadinya penguraian pada limbah.
Sedangkan pemilihan abu vulkanik juga didasarkan pada banyaknya kandungan silika. Silika merupakan material absorben dengan pori-pori lebar yang dapat meningkatkan kinerja fotokatalis dan juga absorbsi.
“Silika dalam hal ini berfungsi sebagai pengemban, sehingga kedua material tersebut akan dilakukan penggabungan atau impregnasi untuk mengurai limbah secara maksimal,” terang Pandan.
Dalam penelitian ini, fotokatalis dibentuk menjadi beads atau manik-manik. Bentuk beads akan memberikan bentuk yang berbeda dari limbah.
“Memiliki bentuk berupa butiran-butiran akan memudahkan untuk dipisahkan dari limbah sehingga fotokatalis dapat digunakan kembali. Selain untuk kemudahan penggunaan, bentuk beads juga dapat meningkatkan kinerja fotokatalis karena lebih banyak sisi aktif dari besi oksida yang terpapar sinar,” paparnya.
Penggunaan pasir besi dan abu vulkanik untuk bahan fotokatalis dikarenakan bahan-bahan tersebut sangat berlimpah disekitar kita, murah, tidak beracun, dan proses pembuatannya tergolong mudah dan tidak menimbulkan masalah lingkungan yang lain.
“Harapan ke depannya, semoga penelitian ini dapat memberikan solusi untuk mengatasi polusi air tanpa menimbulkan masalah lingkungan yang lain,” ungkap Pandan.
Dengan penelitian ini, mereka berhasil mendapatkan pendanaan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2020 yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. [Tim PKM/Humas UB]