PELITA, Tawarkan Solusi Permasalahan Limbah Sayur di Batu

Petani Sawi Flamingo di Kota Batu. Dokumentasi MalangVoice

Kota Batu, terletak di dataran tinggi menjadikanya terkenal sebagai Kota Dingin. Sebagian besar jenis tanahnya andosol, mengandung banyak mineral, membuatnya subur dan menjadi penghasil buah dan sayur di Jawa Timur, bahkan secara nasional sekalipun.

Secara administratif, kota ini dibagi ke dalam tiga kecamatan dan total 19 desa serta 5 kelurahan. Salah satu di antaranya yang memiliki potensi alam dan mampu dikelola dengan baik sehingga menjadi desa petik sayur adalah Desa Sumberejo.

Sebagai desa yang menghasilkan produksi sayur dalam jumlah cukup besar, rupaya Desa Sumberejo juga dihadapkan dengan permasalahan limbah organik dalam jumlah yang tergolong tinggi dan belum dapat dikelola dengan baik.

PELITA, Tawarkan Solusi Permasalahan Limbah Sayur di BatuHingga saat ini, masih belum ada upaya keberlanjutan untuk mengolah limbah sayur dengan baik sehingga limbah tersebut langsung dibuang begitu saja ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa ada tindakan lebih lanjut.

Bahkan beberapa di antaranya dibuang begitu saja di pinggir jalan sehingga tak jarang keberadaan limbah sayur tersebut mengganggu warga yang berada di sekitarnya, terutama saat hujan sedang turun.

Padahal, jika ditelusuri lebih lanjut, limbah sayur memiliki kandungan yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan Pupuk Organik Cair (POC).

Melihat fenomena ini, lima mahasiswa Universitas Brawijaya mengembangkan gagasan berupa program PELITA, Pengelolaan Limbah Terpadu. Program pengolahan limbah sayur menjadi POC guna selanjutnya dipasarkan dalam skala yang lebih luas.

Di bawah bimbingan Zainul Abidin, S.T., M.T., M.Eng., Ph.D., kelima mahasiswa ini antara lain Adrian Adam Indrabayu (FT), Rhobithotus Mufidah (FPIK), Quinnike Aisy Maskurin (FTP), Samuel Tupani Rizky Silalahi (FTP), dan Zulfikar Dabby Anwar (FP).

“Kami rasa program ini bisa diaplikasikan oleh masyarakat kebanyakan karena cukup sederhana,” tukas Adrian mewakili timnya.

Ia menjelaskan, alat dan bahan yang digunakan dalam program adalah limbah sayur, tong biru, pisau, larutan EM4, dan air. Limbah sayur ini akan diolah menjadi POC melalui proses fermentasi oleh larutan bioaktivator (campuran antara air dan EM4).

Proses pembuatan POC ini akan berlangsung selama dua minggu untuk memastikan fermentasi berjalan dengan baik. Hasil akhir dari POC ini akan menghasilkan kandungan pupuk yang cukup baik berupa kandungan Nitrogen 1%, Fosfat 1.98%, Kalium 0.85%, dan rasio C/N 30.

POC yang dihasilkan nantinya akan dipasarkan secara online melalui platform instagram dan website yang telah disediakan oleh mahasiswa.

“Jadi kami tidak hanya memfasilitasi pengolahan limbah, namun program PELITA ini juga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa Sumberejo melalui pemasaran produk secara digital,” beber mahasiswa Teknik Elektro ini.

Dalam pelaksanaannya tim bekerjasama dengan kelompok PKK Desa Sumberejo Kota Batu. elompok masyarakat ini akan diberikan pelatihan tentang program PELITA dan diharapkan bisa menjadi penyambung tangan tim kepada masyarakat desa setempat.

“Kami berharap dengan adanya program ini, mampu meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa Sumberejo serta mampu diterapkan secara mandiri ke depannya,” harap Adrian.

Saat ini Tim PELITA berhasil mendapatkan dana riset dari kemendikbudristek dalam ajang Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) dan akan berjuang dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXXIV 2021 mendatang. (humasft/Humas UB)