Paparkan Strategi Dekolonisasi Pengetahuan, Dosen UB Jadi Pembicara di EUROPAST, Luxembourg

Desi Dwi Prianti, S.Sos., M.Comn., Ph.D. di EUROPAST
Desi Dwi Prianti, S.Sos., M.Comn., Ph.D. di EUROPAST

Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Desi Dwi Prianti diundang menjadi pembicara dalam EUROPAST Mid-Project Conference. Desi merupakan satu-satunya pembicara dari Asia di Luxembourg, pada Juni lalu.

Di ajang bertajuk Public History and Community-Based Research” ini, Desi mempresentasikan risetnya yang berjudul “Empowering Narratives, Decolonizing Histories: Visual Methodologies in Community-Based Research on Indonesian Public History.”

Konferensi ini merupakan hasil kerjasama antara Leibniz Centre for Contemporary History (ZZF) Potsdam, Lund University, University of Luxembourg, dan Vilnius University. Acara ini dihadiri oleh para akademisi lintas disiplin seperti sejarah, arsitektur, seni, sosiologi, politik, dan komunikasi, yang membahas pentingnya praktek demokratis dalam mengkomunikasikan sejarah yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Dalam presentasinya, Desi memperkenalkan proyek penelitian yang telah ditekuninya sejak tahun 2021. Ia memfokuskan pada penggunaan metodologi komunikasi visual untuk mengomunikasikan narasi sejarah yang lebih memberdayakan dan ramah gender, terutama bagi masyarakat bekas jajahan seperti Indonesia. “Paparan ini sejalan dengan tema besar konferensi yang mengusung semangat komunikasi sejarah yang inklusif dan mengutamakan keadilan sosial”, jelasnya.

Salah satu alasan penting diundangnya Desi dalam konferensi ini adalah diskusi mendalam tentang praktik terbaik (best practice) dari negara-negara bekas Uni Soviet yang menjadi fokus utama. Namun, kehadiran Desi memberikan sudut pandang baru tentang strategi dekolonisasi dari perspektif non-Barat, terutama dari Indonesia. “Dalam sesi tanya jawab, banyak audiens yang mengakui bahwa ini adalah kali pertama mereka mendengar tentang Indonesia dan strategi dekolonisasi pengetahuan yang berasal dari akademisi postkolonial non-Barat”, terangnya melalui pesan singkat.

Dalam kesempatan ini, Desi juga mengenalkan Universitas Brawijaya kepada peserta konferensi sebagai bagian dari misi akademik yang diembannya. “Konferensi ini tidak hanya menjadi platform penting bagi Desi untuk mengenalkan Universitas Brawijaya tetapi juga berbagi pandangan dan hasil risetnya, yang membuka wawasan para akademisi internasional terhadap tantangan dan strategi dekolonisasi dari Asia, khususnya Indonesia”, pungkas dosen lulusan Belanda ini. (DDP/VQ)