Mahasiswa UB Urai Limbah Agroindustri Menjadi Bahan Baku Biogenik Nanosilika

Lahir dari keresahan akan tingginya jumlah limbah agroidustri di Indonesia yang tidak dimanfaatkan, Empat Mahasiswa asal Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, menawarkan sebuah inovasi pemanfaatan limbah agroindustri sebagai bahan baku produksi nanosilika berbasis zero waste production.

Keempat mahasiswa yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa-Riset Eksakta (PKM-RE) ini adalah Rafiq Usdiqa Maulana, Sania Isma Yanti, Riyanti Zhafirah Makrudi, dan Arshelya Diva Atria Putri, di bawah bimbingan dosen Tunjung Mahatmanto, STP., M.Si., PhD.

Indonesia sebagai negara agraris memiliki luas areal perkebunan yang sangat luas, dengan hasil limbah yang mencapai 998 juta ton per tahunnya dan diprediksi terus mengalami peningkatan.

Sebut saja jerami (124,5 juta ton), sekam padi (15,8 juta ton), tongkol jagung (5,7 juta ton), ampas tebu (2,23 juta ton), tandan kosong kelapa sawit (48,82 juta ton), dan kulit kacang tanah (1,02 juta ton).

Pembakaran pada sejumlah limbah yang melimpah ini dapat menyebabkan kenaikan tingkat polusi dan gas berbahaya bagi lingkungan.

Di sisi lain, nanosilika saat ini menjadi salah satu tren di pasar biomaterial dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Bahkan, pasar silika diprediksi akan menyentuh angka 5 miliar US dolar pada tahun 2025.

Pemanfaatan nanosilika dibidang medis, pangan, kosmetik, dan farmasi menjadi salah satu alasan mengapa eksplorasi sumber nanosilika terus berkembang.

Kebutuhan nanosilika komersial didominasi oleh nanosilika sintetis, namun sumber nanosilika seperti ini memiliki harga yang cenderung mahal, bahkan dilaporkan memiliki potensi toksisitas dalam jangka panjang.

“Produk biogenik nanosilika dari limbah agroindustri dapat memanfaatkan limbah yang nilai ekonominya lebih rendah, selain itu berpotensi menjadi produk nanosilika dengan nilai ekonomi yang tinggi serta meningkatkan kebutuhan yang konsisten. Biogenik nanosilika ini juga dapat menjadi alternatif yang sangat baik karena kepadatan, komposisi, serta toksisitasnya yang lebih rendah, hemat biaya dan ramah lingkungan,” ujar Sania, salah satu perwakilan tim.

Sangat disayangkan, umumnya produksi biogenik nanosilika masih menghasilkan hasil samping berupa limbah kimia yang tentunya berbahaya, yang tidak sejalan dengan prinsip pengolahan limbah zero waste.

Salah satu upaya untuk mengurangi toksisitas limbah kimia adalah dengan proses ekstraksi silika dengan metode sol-gel dan ekstraksi berulang.

Proses ini dapat menghasilkan yield yang lebih maksimal serta penggunaan senyawa kimia yang tidak berlebih.

“Maka dari itu, kami melakukan sebuah penelitian untuk menciptakan sebuah inovasi dalam memanfaatkan limbah agroindustri sebagai salah satu bahan baku produksi nanosilika, dengan mengutamakan prinsip pengolahan tanpa limbah dan memproyeksikan keuntungan ekonomi dari produksi biogenik nanosilika. Kami berharap inovasi ini dapat mendorong gerakan zero waste pada limbah agroindustri,” ujarnya. (DIV/Humas UB).