Masyarakat adat suku Tengger merupakan sekelompok suku yang berada di sekitar kawasan Gunung Bromo. Secara administratif, suku Tengger tersebar di empat kawasan yang berbeda yang meliputi Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang yang dipecah dan dipisahkan oleh Gunung Bromo sebagai porosnya. Keberadaan suku Tengger di empat kabupaten yang berbeda juga tidak banyak jumlahnya, mereka memiliki kebudayaan dan tradisi layaknya masyarakat adat pada umumnya.
Keberadaan masyarakat adat suku Tengger yang tinggal dan mendiami kawasan Gunung Bromo di era modern ini berhadapan dan berdampingan langsung dengan program pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Bromo Tengger Semeru (KSPN BTS). Perencanaan proyek KSPN Bromo Tengger Semeru sendiri telah diatur guna melaksanakan pembangunan terpadu yang lebih modern, indah dan tertata rapi. Pembangunan KSPN Bromo Tengger Semeru yang tengah digaungkan di era modern ini menarik untuk ditelisik lebih dalam bagaimana arah dan pengimplemetasiannya apakah searah dan sejalan dengan budaya dan tradisi masyarakat adat suku Tengger.
Lima mahasiswa dari Universitas Brawijaya yang terdiri dari Fajar (FISIP 2020), Muhammad Rizal Efendi (FILKOM 2020), Zulul Shafa Tafiana (FISIP 2020), Fadya Chairunnisa (FISIP 2020), dan Gratio Ignatius Sani Baribe (FISIP 2020) dengan dosen pembimbing Dr Wawan Edi Kuswandoro S.Sos., M.Si melakukan riset untuk menelisik nilai-nilai ilmiah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat suku Tengger yang kini tengah berhadapan dengan program pembangunan KSPN Bromo Tengger Semeru.
Fajar mengatakan hal yang melatarbelakangi tim PKM RSH ini melakukan riset dilatarbelakangi atas problematika program pembangunan KSPN Bromo Tengger Semeru yang digadang-gadang ingin menciptakan “10 Bali Baru” hingga menarik bagi dirinya dan rekan satu timnya untuk menelisik eksistensi masyarakat adat suku Tengger di tengah program pembangunan. Disamping menelisik eksistensi masyarakat adat suku Tengger di tengah program pembangunan KSPN, tim PKM RSH ini juga melakukan kajian berkaitan dengan nilai dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat suku Tengger melalui tradisi Yadnya Kasada yang dapat diidentifikasi sebagai modal sosial mereka dalam menjaga tatanan sosialnya. Namun begitu, modal sosial yang dimiliki masyarakat adat suku Tengger kini mulai tergerus oleh modernisasi pembangunan, tak terkecuali program pembangunan KSPN Bromo Tengger Semeru.
“Kami ingin menelisik kearifan lokal serta modal sosial yang dimiliki masyarakat adat suku Tengger sebagai upaya menjaga tatanan sosial mereka di tengah modernisasi pembangunan” ujar Fajar selaku ketua tim. Menurut Fajar, berdasarkan hasil risetnya bersama rekan setimnya, modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat adat suku Tengger sangat berperan dalam upaya menjaga tatanan sosial masyarakat adat suku Tengger. Tambahnya, nilai serta kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat suku Tengger juga sudah sepatutnya dapat dirawat dan dipelihara dengan berbagai aksi dan upaya nyata, salah satunya dengan pembuatan model pembangunan yang berlandaskan pada nilai-nilai dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat.
Di tengah pelaksanaan program pembangunan KSPN Bromo Tengger Semeru, Fajar bersama rekan setimnya berpandangan bahwa nilai-nilai kearifan lokal serta modal sosial yang dimiliki masyarakat adat suku Tengger dapat menjadi acuan model pembangunan berkelanjutan berbasis kearifan lokal yang dapat diimplementasikan dalam program pembangunan nasional di Indonesia.(Fajar/WDD/Humas UB)