Masalah sampah menjadi persoalan yang urgent bagi warga Kota Batu, terutama setelah ditutupnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tlekung pada akhir tahun lalu. Penutupan TPA ini mewajibkan warga untuk mengolah sampah secara swadaya di tingkat kelurahan. Namun tanpa adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan minimnya inovasi, membuat hasil pengolahan sampah tidak maksimal.
Temas merupakan salah satu kelurahan yang telah memiliki Tempat Pengolahan Sampah 3R (TPS3R), terdapat setidaknya 1.700 Kepala Keluarga (KK) menyetorkan sampahnya di tempat ini. Sampah yang diambil oleh petugas kemudian disortir berdasarkan jenisnya yaitu organik, botol PET, kaca dan kertas. Sampah organik merupakan jenis timbulan sampah yang paling banyak, mencapai 280 Kg sampah setiap harinya. Sebelumnya, telah dilakukan metode composting menggunakan media biokonversi berupa maggot BSF (Black Soldier Fly).
Namun, menurut salah satu pengelola TPS3R Temas, mengaku telah meninggalkan metode ini karena pemeliharaannya memerlukan waktu panjang dan perputaran uangnya lambat, yaitu hanya Rp 5.000 per kg maggot. “Kami sudah tidak menggunakan cara seperti itu karena pemeliharaannya perlu waktu panjang dan maggot ini perputaran uangnya lambat yaitu hanya Rp 5.000 per kg nya. Maka dari itu, kami hanya menjual sampah-sampah organik kepada peternak bebek dan babi dengan harga Rp 5.000 per 20 kg sampah,” ungkap Bu Anik, pengelola TPS3R Temas yang selaras dengan statement pak Adi Santoso selaku lurah.
Menanggapi permasalahan tersebut, mahasiswa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Departemen Kimia, dan Pendidikan Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya mengembangkan ide inovatif yang tidak hanya menangani penyelesaian sampah namun juga meningkatkan aktivitas ekonomi di kota batu. Inisiatif ini berfokus pada pemanfaatan maggot menjadi petfood agar dapat meningkatkan nilai jual maggot dan menambah pemasukan dari TPS3R Temas.
Menurut penelitian, kandungan protein dan lemak dari maggot BSF memiliki manfaat kesehatan bagi pencernaan, anti bakteri dan meningkatkan metabolisme. Selain itu jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, kebutuhan petfood dalam negeri mencapai 60% produk impor yang menyebabkan capital outflow dan kurangnya penyerapan tenaga kerja berpotensi dapat diredam dengan adanya produk ini.
Tim PKM-PM yang diberi nama “Temas Project” ini diketuai oleh Diva Zhafira Indirawardhana (Akuntansi, FEB) dengan anggota Yogi Aditya Nainggolan (Pendidikan Kedokteran Hewan, FKH), Revita Putri Amalia (Manajemen, FEB), Fidyah Dwi Cahya (Kimia, FMIPA) dan Nazhifa Jacinda Maheswari Abidin (Kimia, FMIPA) dibawah bimbingan Farah Wulandari Pangestuty, S.E., M.E., Ph.D dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, memiliki inisiasi melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan menyelenggarakan pelatihan pengolahan maggot menjadi petfood dan juga pelatihan cara branding produk serta menjualnya melalui media digital. Program ini didanai oleh Kemendikbudristek dan Universitas Brawijaya melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat tahun 2024.
“Bersyukur banget memiliki anggota tim yang multi-disipliner sehingga kami mampu berkolaborasi dengan baik sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki oleh masing-masing anggota,” ujar Diva ketua tim.
Pada pelatihan pertama, karyawan di TPS3R diajarkan proses pembuatan petfood yang dimulai dengan mengeringkan maggot basah dan mencampurkannya dengan bahan-bahan lain sebagai sumber karbohidrat, serat dan vitamin. Adonan yang telah tercampur rata dan kalis dibentuk pellet dan dikeringkan.
“Kegiatannya seru banget, karyawan disini antusias dengan adanya pelatihan ini yang dibuktikan dengan beberapa yang hadir melakukan tanya jawab dengan kami bahkan ada yang langsung ingin mencoba membantu menggiling adonan,” imbuh Yogi.
Di akhir kegiatan, salah satu anggota tim menyampaikan kesan dan harapan untuk program selanjutnya “Kami akan segera kembali dengan kegiatan pelatihan branding dan digital marketing yang tak kalah penting. Melakukan digital marketing itu mudah, murah dan cepat karena saat ini kita hidup di era digital dan mayoritas orang mengakses internet yang memudahkan kegiatan sehari-hari. Sehingga, harapannya dapat mencapai konsumen yang lebih luas,” ujar Revita.
Dengan adanya program ini, diharapkan warga dapat secara mandiri melangsungkan kegiatan pengolahan sampah, sehingga dapat meningkatkan pendapatan bagi TPS3R Temas. Dengan berhasilnya program ini, metode ini diharapkan dapat direplikasi di TPS3R lain di Kota Batu, sehingga sampah yang awalnya merupakan suatu permasalahan dapat menjadi berkah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.(pkmpm/wdd/Humas UB)