Dinda Ayu Anggraeni, mahasiswa Program Studi Sastra Cina dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB), telah merintis inovasi diplomasi digital guna mempererat hubungan antara Indonesia dan Tiongkok. Diplomasi digital adalah pendekatan modern dalam diplomasi, menggunakan teknologi dan media online untuk mendukung dan memperluas kegiatan diplomasi tradisional.
Dinda mengembangkan sebuah virtual field trip untuk Kelenteng Eng An Kiong di Kota Malang, situs bersejarah yang merepresentasikan budaya Tionghoa di Indonesia. Melalui proyek ini, Dinda berusaha meningkatkan kesadaran publik tentang warisan budaya Tionghoa di Indonesia, serta memperkuat hubungan bilateral melalui pemahaman budaya yang lebih dalam.
Kelenteng Eng An Kiong, yang hampir berusia dua abad, menjadi simbol kekayaan budaya Tionghoa di Malang. Ketua Yayasan Kelenteng Eng An Kiong, Rudi Phan, menyambut dengan baik proyek pengembangan warisan budaya ini. Ia turut membantu Dinda dalam penelitiannya dengan mengenalkan lebih dalam Kelenteng Eng An Kiong dan hal-hal menarik di dalamnya. Rudi berharap inovasi ini dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap budaya Tionghoa dan memperkuat hubungan bilateral melalui pemahaman lintas budaya.
Dengan memperkenalkan virtual field trip ini, Dinda berharap dapat menyebarkan pengetahuan tentang kelenteng dan budaya Tionghoa lebih luas lagi, sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045 yang menekankan pentingnya pemahaman lintas budaya.
Proyek ini dikembangkan dengan bimbingan dari dosen Ressi Maulidina Delijar, S.S., M.Li., Diah Ayu Wulan, M.Pd., dan peneliti M. Naufal Islam, S.Pd. Validasi dilakukan oleh sejumlah ahli seperti Rafsanjaya Mahaputra, S.Pd., dan M. Naufal Islam, S.Pd. sebagai validator ahli media, Wishnu Mahendra.W., S.IP., M.Si., sebagai validator ahli hubungan internasional, serta Cahyo Ramadhan Pratama, MTCSOL, sebagai validator materi.
Menurut Dinda, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 dan memanfaatkan bonus demografi, calon tenaga kerja harus dilengkapi dengan keterampilan dan pemahaman lintas budaya.
“Kurangnya pemahaman lintas budaya dapat menimbulkan penafsiran yang salah dan bahkan konflik antarbudaya, yang dapat menghambat hubungan bilateral,” jelasnya.
Hasil penelitian dan pengembangan media virtual field trip dihibahkan kepada Kelenteng Eng An Kiong sebagai bentuk komitmen terhadap keberlanjutan proyek. Media ini bisa diakses langsung di kelenteng atau melalui peramban Chrome dengan tautan bit.ly/engankiong. Dengan adanya inovasi ini, Dinda berharap wisata budaya di Malang semakin kaya dan kesepahaman lintas budaya di Indonesia meningkat, yang pada gilirannya dapat mempercepat hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok.
Inovasi ini membuktikan bahwa diplomasi digital dapat menjadi alat efektif dalam mempererat hubungan antara dua negara melalui pemahaman budaya yang lebih inklusif dan mendalam. Dinda Ayu Anggraeni telah menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadi jembatan penting dalam diplomasi budaya. [acl/dts/Humas FIB]