Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Brawijaya (UB) meneliti pengobatan luka bakar dari kolagen kulit ikan nila (marine collagen) yang dikombinasikan dengan nanopartikel kurkumin dari tanaman kunyit. Tim terdiri dari Salsabila Fitria Hasibuan, Jeannete Gracia Modena, Ayunda Ageng Cahyani, Dandy Algifary, dan Rachmad Dhaniswara Herdianto.
Gagasan yang mereka susun itu dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Riset Eksakta (PKM-RE) yang berjudul “Potensi Fishplast Kombinasi Marine Collagen dan Nanopartikel Curcuma domestica Val. sebagai Alternatif Pengobatan Luka Bakar”. Proposal itu berhasil lolos pendanaan DIKTI berkat bimbingan drh. Yudit Oktanella, M. Si., dan telah menerima hibah penelitian dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi pada tahun 2023.
Salsa, selaku ketua tim, menjelaskan bahwa gagasan ini berawal dari ketertarikan dan kepedulian terhadap pengobatan luka bakar pada hewan dan manusia dari bahan alam yang masih jarang dikembangkan. Melalui permasalahan tersebut, Salsa dan tim memformulasikan produk “Fishplast” dalam bentuk sediaan plester hidrogel yang diekstraksikan marine collagen dari kulit ikan nila dan nanopartikel kurkumin yang berasal dari tumbuhan kunyit.
Luka bakar merupakan peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti terkena paparan sinar matahari, luka bakar akibat minyak goreng, tersiram air mendidih ataupun kebakaran yang tidak disengaja. Beberapa pengobatan luka bakar telah digunakan seperti sulfadiazine dan antibiotik tetapi memiliki beberapa efek samping, seperti adanya alergi dan seringkali menimbulkan resistensi pada penggunaan antibiotik.
Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tahun 2021, Indonesia merupakan negara maritim dengan menempati posisi tertinggi sebagai produsen ikan nila terbanyak mencapai 9.885.400, 32 ton. Destructive Fishing Watch Indonesia (DFWI) mencatat bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumsi ikan yang cukup tinggi, yakni mencapai 54,49 kilogram per kapita 2. Hal ini mengakibatkan melimpahnya limbah kulit ikan nila yang pemanfaatannya belum dilakukan secara optimal. Selain itu juga, komiditas kunyit di Indonesia yang cukup tinggi tidak membuat produksi pengobatan ini mengalami kesulitan karena bahan-bahan yang mudah didapatkan.
“Kulit ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan alternatif potensial terhadap penyembuhan luka baka. Kandungan kolagen pada kulit ikan nila terdiri atas 16,18% asam amino esensial dan 79, 56% asam amino non esensial yang berperan utama dalam regenerasi sel dalam penyembuhan luka, terutama luka bakar,” ujar Salsa selaku ketua tim peneliti.
Lebih lanjut, tim ini menjelaskan kombinasi nanopartikel kurkumin yang diekstrasikan pada sediaan “Fishplast” sebagai plester hidrogel memiliki manfaat berupa antioksidan, antibakteri dan antiinflamasi. Dimana, peran aktivitas antioksidan sangat diperlukan karena dapat memicu produksi kolagen dan meningkatkan VEGF (Vascular Endhotelial Growth Factor) guna menstimulasi angiogenesis yang menjadi faktor penting dalam pengobatan luka bakar.
Dalam implementasinya, riset ini dilakukan pengujian langsung pada 25 ekor tikus wistar jantan berumur 3-4 bulan yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Tiga kelompok diberikan sediaan Fishplast dengan formulasi berbeda sedangkan dua kelompok lainnya sebagai kontrol positif dan negatif. Pengujian dilakukan selama 21 hari di Laboratorium Ilmu Hewan Coba Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.
Hasil riset membuktikan bahwa kelompok tikus yang diberi perlakukan berupa Fishplast dengan kombinasi kolagen kulit ikan nila dan nanopartikel kurkumin memiliki keefektifan penyembuhan luka yang lebih tinggi daripada penggunaan Fishplast dengan kolagen kulit ikan nila saja dan penggunaan salep Sulfadiazine sebagai perlakuan kontrol.
“Melalui riset ini, kami berharap produk “Fishplast” dengan kombinasi kolagen kulit ikan nila dan nanopartikel kurkumin akan menjadi terobosan medikasi baru yang lebih praktis dan efisien kedepannya dalam pengobatan luka bakar baik pada manusia maupun hewan,” jelas Salsa. [pkmre/rs/sitirahma]