Limbah Tulang Sapi untuk Solusi Patah Tulang

Lima mahasiswa UB kembangkan Biomaterial Bone graft dari tulang sapi sebagai solusi patah tulang.

Patah tulang adalah suatu diskontinutas susunan tulang akibat trauma atau keadaan patologis yang disebabkan terputusnya jaringan tulang. Di Indonesia jumlah kasus patah tulang cukup banyak disebabkan kecelakaan atau faktor lainnya. Dampak yang diakibatkan patah tulang adalah stress psikologis, cacat fisik, bahkan kematian.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi patah tulang adalah dengan menggunakan bone graft. Namun saat ini perkembangan dan penggunaan bone graft di Indonesia masih cukup sedikit. Oleh karena itu lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) mengagas ide membuat bone graft atau implan tulang dari limbah tulang sapi.

Mereka adalah Zahra Jamila Sabrina dari Fakultas Kedokteran Hewan, Beryl Reinaldo Chandra dan Adrian Pearl Gunawan dari Fakultas Kedokteran, serta Johannes Marulitua Nainggolan dan Ilham Pangestu Harwoko dari Fakultas MIPA. Di bawah bimbingan dosen drh. Widi Nugroho, Ph. D, penelitian tersebut berhasil memperoleh pendanan dari Kemdikbudristek dalam ajang Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Eksakta.

“Pada penelitian ini, kami menggunakan material carbonated hydroxy aptite (CHA) dengan kombinasi Platelet Rich plasma sebagai bahan utama pembuatan implant tulang. Pemilihan tulang sapi dikarenakan kandungan kalsium karbonat tulang sapi lebih baik dari sisik ikan, cangkang telur ataupun cangkang siput,” kata Johannes mewakili tim.

Menurutnya, sebuah implant tulang harus memiliki sifat biokompatibel, bioaktif dan kekuatan mekanik yang baik. “Untuk meningkatkan sifat materialnya, kami memanfaatkan nano material CHA yang dikombinasikan dengan PRP,” tambahnya.

Kelima mahasiswa telah melakukan sintesis CHA dari tulang sapi dan telah dikarakterisasi menggunakan FTIR. “Dari hasil karakterisasi menunjukkan material kami memiliki kandungan yang baik sebagai implant tulang sehingga memiliki potensi yang besar di dunia medis,” tambah Ipang.

Tim juga telah melakukan uji coba pada hewan coba di lab bedah FKH UB dengan menggunakan 4 kelompok coba, yaitu kelompok control, CHA, CHA dengan PRP dan nano-CHA dengan PRP.

“Dari uji tersebut, kami telah mendapat laik etik dari lembaga terkait,” ungkap Adrian.

Hingga saat ini, hewan coba kelompok nano-CHA menunjukkan reaksi penyembuhan yang pesat.

“Hal tersebut sesuai dengan hipotesa kami. Dan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan valid, kami akan melakukan pengamatan histologi untuk mengetahui pengaruh implant tulang kami pada keempat kelompok coba,” sahut Beryl.

Zahra, selaku Ketua Tim berharap, penelitan ini dapat menjadi langkah awal pengembangan implant tulang di Indonesia dan produk implant tulang ini dapat dikembangkan dan diaplikasikan secara langsung pada manusia. [Joh/Humas UB]