Sebagai bentuk inisiatif Kerjasama antara kampus dan industri, Universitas Brawijaya mengadakan diskusi kelompok bertajuk “Postgraduate Micro-Credentials untuk Keamanan Pangan dan Perubahan Iklim”. Pertemuan ini diselenggarakan pada Jumat (8/3) di UB Hotel, dan merupakan bagian dari program Erasmus+ dan dikelola oleh Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA). Agenda ini merupakan upaya pengembangan kursus singkat untuk peningkatan kompetensi kemanan pangan dan perubahan iklim.
Hadir membuka acara, Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, MP, yang menekankan tentang pentingnya kolaborasi antara akademisi dan industri menghadapi masalah global ini. “Program ini sebagai bagian dari upaya bersama dalam menyusun pendidikan micro-credential yang dapat mendukung profesional dan mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang relevan”, jelasnya.
Dr. Panji Deoranto, STP., MP, salah satu pembicara, menguraikan bahwa program ini dirancang untuk menyediakan pendidikan yang tidak hanya teoritis tapi juga praktis mengenai isu-isu seperti produksi yang ramah lingkungan, mitigasi perubahan iklim, dan pengelolaan limbah. “Ini merupakan upaya untuk menjembatani kebutuhan pasar kerja dengan penyediaan edukasi yang efektif dan efisien”, ujarnya.
Dalam diskusi tersebut, Wike Agustin Prima Dania, STP., M.Eng., PhD, menyampaikan bahwa UB memegang peran penting dalam pengembangan micro-credentials ini, terutama dalam pembuatan sistem pendidikan yang responsif dan singkat. Program ini diharapkan tidak hanya mendorong pembelajaran yang berkelanjutan tetapi juga membantu mengatasi masalah keamanan pangan dan perubahan iklim yang semakin mendesak.
Para peserta diskusi, termasuk perwakilan dari industri seperti PT. Indolakto, PT. Greenfields Indonesia, dan PT. Syngenta Seed Indonesia, serta akademisi dan mahasiswa UB, menyatakan dukungan mereka terhadap pengembangan micro-credentials. Mereka bersepakat bahwa pendekatan pendidikan singkat ini diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi di bidang keamanan pangan dan perubahan iklim.
Diskusi ini juga menyinggung tentang berbagai isu krusial lain seperti pentingnya produksi yang ramah lingkungan, pengurangan food waste dan food loss, serta strategi mitigasi risiko terkait perubahan iklim. Peserta sepakat bahwa materi kursus harus mencakup keterampilan praktis seperti analisis dampak lingkungan, pengelolaan limbah yang efektif, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan.
Dari perspektif industri, Suwarno dari PT Syngenta menekankan pentingnya kegiatan industri yang ramah lingkungan dan sesuai dengan regulasi, seperti program green industry dan standar ISO 14000. Dia juga menyoroti pentingnya penerapan prinsip 3R dan efisiensi penggunaan air dalam industri. Sementara Sugiono dari Greenfield menggarisbawahi pentingnya mengurangi food waste melalui teknologi alternatif dan praktik pengelolaan yang baik, sedangkan Eko dari Indolakto menekankan pada pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan sepanjang siklus bisnis.
Dari FGD ini. Disimpulkan perlunya pendidikan yang dapat menanggapi kebutuhan industri dan tantangan global terkait keamanan pangan dan perubahan iklim. Micro-credentials dinilai sebagai cara efektif untuk menyediakan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan cepat dan efisien. Kegiatan ini merupakan langkah awal yang signifikan dalam mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten dan responsif terhadap tantangan masa depan dalam bidang keamanan pangan dan perubahan iklim. (VQ)