Kemajuan era digital telah membawa perubahan media-media informasi publik menjadi lebih dinamis, tidak terkecuali bagi layanan perpustakaan di Indonesia. Percepatan akses data maupun literatur melalui media elektronik telah merubah cara pandang khususnya bagi pustakawan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan kompetensinya terkait dengan pengelolaan perpustakaan digital. Dengan latar belakang tersebut, Universitas Brawijaya sebagai salah satu lembaga pendidikan yang juga berkomitmen melakukan visi transformasi digital melalui E-Library menyelenggarakan Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia (KPDI) pada Rabu (9/8) bertajuk “Menggalang Masa Depan melalui Preservasi Digital Pengetahuan Lokal Indonesia (Budaya, Pengetahuan, dan Pembelajaran)”. Penyelenggaraan KPDI ke-14 ini menggandeng Forum Perpustakaan Digital Indonesia serta didukung oleh Perpustakaan Nasional RI selaku Pembina Forum Perpustakaan Digital Indonesia.
KPDI ke-14 Tahun 2023 bertujuan sebagai forum berbagi pengalaman, pengetahuan, saran dan rumusan mengenai revitalisasi perpustakaan dalam percepatan informasi di dunia digital. Berbagai acara dilakukan untuk mendukung perhelatan KPDI ke-14, Rangkaian acara seperti workshop “Implementasi dan Pengembangan Teknologi Artificial Intelligence (AI) di Perpustakaan” oleh Prof. Ir. Wayan Firdaus Mahmudy, SSi, MT, PhD, selaku Dekan FILKOM UB dan Ketua AI Center UB serta materi “Kompetensi Pustakawan di Era Teknologi AI oleh Ida Fajar Priyanto, MA, PhD”. Pemaparan Keynote Speakers : oleh Achmad Charris Zubair (Ketua Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta 2003-2021) dengan materi “Peran Teknologi Informasi di Era Digital dalam Pelestarian Warisan Budaya” dan “Preservasi Tabir Budaya Lokal untuk Pembelajaran” oleh Dr. Riyanto, M.Hum (UB). Selain itu konferensi ini dihadiri oleh beragam latar belakang praktisi yang terdiri dari pustakawan, dosen, guru, mahasiswa, pemerhati teknologi informasi digital hingga pemerhati perpustakaan.
Dalam sambutannya Rektor UB, Prof. Widodo, SSi, MSi, PhD, Med.SC mengungkapkan bahwa kemajuan media elektronik menghadapkan perpustakaan dengan beragam tantangan, diantaranya adalah besarnya volume informasi yang datang secara cepat dan hampir bersamaan dalam satu waktu. Maka dari itu seorang pustakawan perlu memiliki empat kompetensi dasar yang harus dikembangkan, yaitu kemampuan mengakurasi data digital, menganilisis data penting, mengkonservasi, dan mempreservasi data. “Tidak bisa dipungkiri, di era sekarang banyak sekali konten-konten yang mengalir masuk, sehingga pustakawan harus mampu melakukan akurasi konten dan analisis data dengan seksama, jika tidak, konten-konten negatif, berita bohong (hoaks) dan tidak valid dapat tersebar dan mendominasi di masyarakat terlebih di sosial media. Dahulu konservasi dan preservasi data seperrti jurnal ilmiah berbentuk paper, fisiknya terlihat, sulit untuk dimanipulasi, tapi sekarang dengan berkembangnya zaman, kini bentuknya bergeser ke digital. Data-data digital ini mudah untuk disusupi, rentan terkena virus atau malware, scam dan sebagainya. Tentu saja bisa membahayakan seperti kehilangan (data loss) secara permanen,” jelasnya.
Sejalan dengan rancangan AI University yang sedang dibangun oleh Rektor, Prof. Widodo juga menekankan saat ini pihaknya konsisten membangun kampus Brawijaya sebagai kampus digital melalui kolaborasi dengan pemerintah Jepang, Arterial Research and Educational Network in the Asia Pacific (ARENA-PAC) dalam hal bantuan jaringan internet berkecepatan tinggi (bandwith) hingga 100 gigabyte per second (Gbps). Jaringan tersebut memungkinan akselerasi pertukaran data dengan lembaga riset dan pendidikan lain khususnya di luar negeri, selain itu informasi digital pun dapat dimanfaatkan oleh khalayak umum tanpa harus terkendala koneksi.
Di lain pihak, Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando menanggapi bahwa kolaborasi yang terjalin antara UB dan ARENA-PAC dapat menjadi utilitas bagi perkembangan digital learning di lingkungan kampus, mengingat kolaborasi tersebut memberikan kesempatan sivitas akademik untuk mengakses sumber-sumber informasi dan jurnal dari seluruh dunia dengan lebih efektif.
Syarif Bando berpandangan apabila pustakawan harus mampu menjelaskan kepada masyarakat tentang pengetahuan terbaru hingga yang akan datang, dimana jumlah pemeliharaan informasi elektronik menurutnya masih sangat terbatas. Sehingga dibutuhkan pustakawan yang memiliki kemampuan untuk mengemas ulang informasi. Menurutnya, seorang pustakawan merupakan pembaca dan menghimpun pengetahuan di seluruh dunia, sudah menjadi tugas mereka untuk mengumpulkan dan mengemas seluruh pengetahuan tersebut. Hal ini menjadikan pustakawan sebagai profesi tertinggi karena sebagian besar profesi lain juga sangat membutuhkan mereka. [Humas UB]