
Trauma suspensi merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika seseorang tergantung dalam waktu yang lama. Dalam sektor konstruksi, trauma suspensi sering terjadi ketika pekerja yang mengenakan Full Body Harness (FBH) terjatuh dan tergantung dalam waktu yang lama. Akibatnya, bagian tubuh yang terjepit oleh FBH mengalami tekanan yang tinggi dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Trauma suspensi dapat berdampak buruk mulai dari penurunan curah jantung, hilang kesadaran, bahkan kematian.
Meanggapi masalah ini, lima mahasiswa FMIPA UB menciptakan inovasi baru untuk mengatasi trauma suspense. Mereka adalah Wildan Putra Yuniartha (Fisika), Muhammad Imron Rosyadi (Fisika), Fadhel Bima Nabaalah (Instrumentasi), Khansa Nayottama (Instrumentasi), dan Elifes Ziliwu (Kimia). Di bawah bimbingan Prof. Dr.-Ing. Setyawan Purnomo Sakti, M.Eng. mereka mengembangkan Safety Harness Anti-Suspension Trauma (SANST) sebagai Alat Pelindung Diri untuk Pekerja Konstruksi di Ketinggian. Proyek ini didanai oleh Kemendikbud Ristek dan Universitas Brawijaya melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta tahun 2024.
Inovasi SANST dirancang untuk membawa kabar baik bagi para pekerja di ketinggian. Alat ini merupakan optimasi FBH dengan memanfaatkan airbag dan perangkat terapi. Airbag berfungsi mengurangi tekanan pada tubuh saat pekerja terjatuh dan tergantung. Hal ini mengurangi adanya penghambatan aliran darah akibat terjepit. Selain itu, menurut Weber et al. (2020), trauma suspensi terjadi akibat tekanan yang berpusat pada satu titik yang berasal dari gaya berat dan disalurkan ke tubuh melalui FBH. Akibatnya, bagian tubuh yang kontak langsung dengan FBH mengalami tekanan yang sebanding dengan berat tubuhnya. Perangkat terapi yang digunakan adalah Electric Muscle Stimulation (EMS) yang berfungsi untuk menjaga otot tetap aktif, sehingga peran otot khususnya otot-otot ekstremitas bawah sebagai pompa darah menuju jantung tetap bekerja secara optimal.
“Full Body Harness memang menjadi alat pelindung diri utama untuk pekerja di ketinggian. Namun, risiko trauma suspensi masih ada jika pengguna tergantung terlalu lama setelah terjatuh. Oleh karena itu, kami memodifikasi Full Body Harness agar trauma suspensi bisa dicegah”, ujar Wildan.
“Kami merancang prototype inovasi Full Body Harness yang terintegrasi dengan airbag vest dan juga EMS. Aktivasi airbag dan EMS ini bergantung pada respon tegangan dan regangan saat terjatuh. Kami menggunakan load cell dan sensor strain gauge yang prinsip kerjanya berdasarkan tegangan dan regangan. Ketika pengguna terjatuh hingga load cell meregang, airbag akan mengembang dalam hitungan di bawah satu detik dan EMS juga aktif”, tambah Fadhel.
Pengujian prototype SANST, dilakukan di area latihan panjat tebing milik UKM IMPALA UB. Pengujian dibagi menjadi dua: pengujian sistem aktivasi dan pengujian dampak ke pengguna. Pengujian sistem aktivasi merupakan uji untuk membuktikan bahwa SANST dapat mengaktifkan EMS dan mengembangkan airbag dari respon tegangan dan regangan. Sedangkan pengujian dampak pada pengguna dilakukan dengan metode gantung selama waktu yang ditentukan.
Kebutuhan pengujian ini cukup ringan, hanya memerlukan media gantung yang didapat dari dinding panjatan, relawan yang akan digantung, dan pijakan awal. Meski digantung antisipasi keamanan telah terjamin dan ketinggian penggantungan relawan hanya sekitar 0,5-1 meter di atas tanah.
“Pengujian SANST ini cukup singkat dan ringan dalam pelaksanaannya. Dari hasilnya, sesuai dengan yang harapkan, prototype bisa diaktifkan dari respon tegangan dan regangan serta kenyamanan pengguna selama tergantung bisa bertahan lebih lama dari waktu kritis dimana gejala-gejala trauma suspensi mulai terjadi”, ujar Wildan.(pkmkc/wdd/Humas UB)