Hibridisasi Tari Jaran Kencak dan Tari Glipang, Program Doktor Mengabdi UB 2023

Tari Jaran Kencak
Tari Jaran Kencak

Dalam upaya memelihara dan menghidupkan kembali seni tradisional Desa Ranuyoso, Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang, tim Program Doktor Mengabdi Universitas Brawijaya (UB) Tahun 2023 yang beranggotakan dekan dan dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) yang di antaranya Hamamah, Ph.D., M. Andhy Nurmansyah, M.Hum., Fredy Nugroho Setiawan, M.Hum., dan Scarletina Vidyayani Eka, M.Hum., mengusung Kegiatan Pengubahan dan Pendokumentasian Seni Tradisi Hibrid yang dilaksanakan di Desa Ranuyoso.

Program ini bertujuan untuk menjelajahi dan mendokumentasikan seni yang ada di daerah tersebut, dengan pemahaman bahwa seni tradisional yang tidak dirawat dapat punah.

Salah satu proyek yang dilakukan adalah modifikasi berbentuk penggabungan tradisi Jaran Kencak dengan Tari Glipang untuk mengevaluasi elemen-elemen yang perlu diperbaiki dalam penampilan tradisi tersebut, menciptakan sebuah produk digital berupa tari hybrid yang menggabungkan kedua tradisi ini. Harapannya  produk ini dapat diajukan kepada Dinas Pendidikan untuk dijadikan sebagai bagian dari tradisi yang dikenalkan kepada generasi muda.

Tari Jaran Kencak
Tari Jaran Kencak

“Saya harap hasil dari hibridisasi ini dapat dijadikan sebagai tradisi yang kemudian bisa dikenalkan kepada generasi muda sebagai sebuah langkah untuk mempertahankan budaya lokal agar tidak punah,” ucap M. Andhy Nurmansyah, selaku perwakilan tim pengabdian.

Tari Glipang, yang awalnya merupakan tari permohonan untuk hujan, memiliki perbedaan dalam tujuan dan gerakan antara kota-kota yang berbeda di wilayah Jawa Timur. Selain gerakan tari, tarian ini juga mencakup seni silat yang digunakan untuk menonjolkan permohonan hujan saat air sedang sulit untuk ditemukan bahkan hingga mengeringkan bendungan di wilayah tersebut.

Tari Glipang
Tari Glipang

Selain dari segi gerakan tari, filosofi kostum juga mengalami perkembangan. Meskipun tradisi permohonan hujan biasanya dilakukan oleh laki-laki, sekarang sudah diberikan sentuhan perempuan yang lebih feminim. Ini memungkinkan penari perempuan untuk beradaptasi dalam pertunjukan tari ini.

Sementara itu, Tari Jaran Kencak juga memiliki makna yang sama, yaitu untuk mengundang hujan. Tarian ini biasanya dilakukan oleh laki-laki dan melibatkan gerakan yang menggambarkan kuda (jaran) yang melompat-lompat dalam upaya untuk memohon hujan. Filosofi di balik tari ini adalah sebagai simbol permohonan kepada alam dan dewa-dewa untuk memberikan hujan yang penting dalam pertanian dan kelangsungan hidup. Dalam beberapa variasi, tari ini juga mencakup unsur seni bela diri (silat), yang menambah dimensi keagresifan dalam upaya memohon hujan.

Dalam proses hibridisasi tersebut, durasi kedua tarian tersebut dipangkas. Dari yang awal total durasinya sebanyak 26 menit hasil dari penggabungan durasi Tari Glipang tujuh menit dan Tari Jaran Kencak selama 18 menit, diubah dan digabung hingga menghasilkan durasi selama 5 menit saja. [dts/OKY/Humas UB]