Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) menggelar workshop Kolaborasi Pengembangan Industri Gula untuk merumuskan rencana kerja sama dalam program pengembangan produktivitas tebu dan gula yang lebih efisien dan berkelanjutan. Workshop yang diselenggarakan pada (14/11/2024) tersebut juga menjadi ajang untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam budidaya tebu, baik dari sisi teknis maupun sosial ekonomi petani.
“Salah satu fokus utama adalah pengembangan gula sehat dan diversifikasi produk gula yang ramah lingkungan dan lebih bernilai tambah,” kata Ketua Tim Prof. Dr. Ir. Sudiarso, M.S.
Untuk mendukung pencapaian tersebut, dibutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah, petani, sektor swasta, dan perguruan tinggi. Salah satu langkah konkret yang dilakukan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya yang menginisiasi Kelompok Kajian Gula. Kelompok ini menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan pabrik gula dan dinas terkait.
Workshop ini dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Afifuddin Latif Adiredjo, S.P., M.Sc., dan turut dihadiri oleh Ketua Departemen Budidaya Pertanian, Dr. agr. Nunun Barunawati, S.P., M.P., serta tim dari Kelompok Kajian Gula. Selain itu, kegiatan ini juga diikuti oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa timur, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, serta mitra-mitra industri gula, seperti PT. PG Rajawali I, PT. PG Rajawali II, PG Kebon Agung, PT. Rejoso Manis Indo (PT. RMI), dan PT. Kebun Tebu Mas (PT. KTM)
”Salah satu target utama dari workshop ini adalah tercapainya kesepakatan dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara pihak-pihak yang terlibat. Melalui PKS ini, diharapkan program pengembangan gula dapat dilaksanakan secara konkret, dengan alokasi anggaran yang jelas dan pembagian tanggung jawab yang terstruktur,” kata Prof. Sudiarso.
Kelompok Kajian Gula Fakultas Pertanian UB juga berfokus pada inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri gula Indonesia. Beberapa teknologi yang sedang dikembangkan antara lain Pertanian Presisi, Geospatial Information System (GIS), dan Smart Farming System berbasis Teknologi Informasi. Teknologi-teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam budidaya tebu dan produksi gula, serta mendukung keberlanjutan industri gula di masa depan.
Pemerintah Indonesia semakin serius dalam mewujudkan swasembada gula nasional. Hal ini terlihat dari diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati. Perpres ini menjadi dasar upaya pemerintah dalam mencapai swasembada gula konsumsi pada 2028 dan swasembada industri gula pada 2030, dengan tujuan memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional.
Workshop yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian UB juga bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan industri gula di Indonesia. (ZMA/Humas UB).