FIB Dorong Festival Ritual Air Dampingi Komunitas Budaya H3 Desa Mangliawan,

Tim FIB UB bersama Komunitas Budaya H3
Tim FIB UB bersama Komunitas Budaya H3

Kehadiran Dosen dan Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) yang terus-menerus menemani perjalanan Komunitas Budaya H3 (Hurip, Hurup, Handarbeni) di Desa Mangliawan, Kabupaten Malang sejak tahun 2018 membawa dampak bahwa setiap langkah perkembangan komunitas ini bisa menjadi subyek kajian yang menarik dan membangun bagi komunitas tersebut.

Dr. Hipolitus Kristoforus Kewuel, M.Hum., serta Franciscus Apriwan, M.A., dan mahasiswa PS Antropologi, Carolus Edra Aptana, pada tahun 2023 ini meneliti aktivitas komunitas H3 yang bernama Pasinaon, yakni aktivitas yang dilakukan oleh anggota Komunitas Budaya H3 sebagai bentuk pendalaman atas aktivitas pelestarian sumber air yang telah mereka lakukan selama ini.

“Penelitian kami menemukan bahwa aktivitas ini adalah kelanjutan atau pendalaman dari aktivitas fisik pelestarian sumber air yang selama ini sudah dilakukan anggota Komunitas Budaya H3. Ini menjadi sesuatu yang unik dan menarik karena adanya kesadaran untuk terus-menerus mengerti tentang air,” terang Dr. Hipo.

Hipo menjelaskan, aktivitas Pasinaon merupakan kegiatan lanjutan karena sebelumnya, sejak tahun 2015, fokus mereka adalah bergotong-royong secara fisik membersihkan bantaran sungai dan merawat sumber-sumber air yang melimpah di kawasan Desa Mangliawan ini.

“Kalau dulu anggota Komunitas Budaya H3 dan masyarakat Desa Mangliawan bekerja membersihkan sumber air dan bantaran kali, melalui aktivitas Pasinaon ini, mereka melakukan studi dan diskusi untuk memahami air dari berbagai aspek keilmuan. Menurut saya, ini adalah sebuah dinamika yang menarik yang telah terjadi dalam komunitas ini. Perlu dilakukan studi akademik sebagai bentuk apresiai terhadap apa yang telah mereka lakukan,” jelas Dr. Hipo yang sudah bersama komunitas ini sejak tahun 2018.

Melalui rangkaian diskusi Pasinaon (upaya belajar bersama), anggota komunitas H3 menemukan bahwa air memiliki sifat dasar mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Itulah sebabnya, mereka sangat meyakini bahwa sumber air yang sangat melimpah di Desa Mangliawan ini berasal dari Gunung Bromo dan Gunung Semeru.

Menyadari hal ini, anggota Komunitas Budaya H3 telah melakukan napak tilas ke komunitas suku Tengger di Gunung Bromo untuk membangun persepsi bersama tentang air dan segala misterinya. Gayung bersambut, masyarakat suku Tengger telah memiliki konsep berpikir yang sama karena setiap tahun mereka selalu melakukan ritual air di sumber air Mangliawan.

“Kesamaan berpikir ini dan juga karena support konsep-konsep budaya dari UB membuat kami terdorong untuk melakukan sesuatu secara bersama bukan saja dengan suku Tengger di Gunung Bromo, tetapi juga dengan masyarakat lain di sepanjang aliran air Bromo-Mangliawan. Bahkan hal ini membuat kami merasa menyatu dengan empat kelompok masyarakat penyanggah masyarakat suku tengger, yakni; masyarakat Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, dan Malang,” ungkap Orin, salah satu tokoh H3.

Menurutnya, ada empat titik besar yang bisa dijadikan pusat ritual air, antaralain Sendang Widodaren, Bromo; Sumber Pitu, Nduwet, Tumpang; Sendang Wringin Sono, Tumpang; dan Sumber Air Wendit, Mangliawan.

“Di ujung penelitian ini, kami mencoba bersama masyarakat merencanakan pelaksanaan festival ritual air sebagai kelanjutan dari studi ini. Anggota Komunitas H3 menyambut baik ide ini sehingga kini kami sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk pelaksanaan pada bulan Juli tahun 2024 bertepatan dengan hari air sedunia,” terang Dr. Hipo. [dts/OKY/Humas UB]