Departemen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Brawijaya mengadakan Seminar nasional dengan tema “Masa Depan Politik Hukum Islam di Indonesia”. Acara ini dilaksanakan secara daring melalui teleconference Zoom Rabu (1/9/2021).
Wakil Dekan bidang Akademik Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Dr. Siti Hamidah S.H, M.M.
“ Pada kata masa depan mengandung berbagai hal, bisa optimis maupun sebaliknya. Umat Islam meyakini Puncak tujuan hukum Islam adalah Maslahat sehingga menjadi sebuah materi yang menarik untuk kita diskusikan. khususnya dikaitkan dengan bagaimana perwujudan karakter watak atau sifat hukum Islam di masa depan di Indonesia. Sebagaimana kita tahu bahwa Hukum Islam Sendiri memiliki 3 karakter yang pertama adalah Takalmu (utuh), karakter Islam yang kedua adalah Wasathiyah (seimbang) dan yang ketiga adalah Harokah (dinamis) sehingga saya rasa tidak cukup untuk dijelaskan dengan satu kali seminar nasional tetapi paling tidak menambah khasanah keilmuan kita tentang bagaimana hukum islam dapat bergerak mengikuti perkembangan zaman yang jelas dan bisa menjadi media kita memperoleh gambaran secara utuh dan menyeluruh berkaitan dengan masa depan politik Islam di Indonesia,”katanya.
Pemateri dalam acara ini adalah Prof. Dr. yusril Ihza Mahendra.,S.H.,MH. yang memaparkan materi tentang “Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia,Malaysia,dan Filipina”.
Menurut Yusril kedudukan Hukum Islam Nasional Indonesia berbeda dengan Malaysia dan Filipina. Konstitusi Indonesia tidak memisahkan agama dengan negara, tetapi juga tidak menyebutkan kedudukan spesifik dari agama tertentu. Hanya disebutkan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin pemeluk-pemeluk agama untuk menjalankan agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
“Hukum Islam diakui keberadaannya dan diadopsi secara langsung sebagai hukum yang berlaku sejauh mengenai hukum perkawinan, kekeluargaan, dan hukum perdata lainnya. Keberadaan pengadilan agama disebutkan di dalam konstitusi setelah amendemen tahun 2003,”katanya.
Di Malaysia kedudukan Hukum Islam sejalan dengan tradisi hukum Inggris, maka agama Islam yang mayoritas di Malaysia dijadikan sebagai “agama resmi negara” dan Yang Dipertuan Agung adalah “Ketua Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu”. Sementara sembilan sultan yang lain otomatis menjadi Ketua Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu di negara bagian masing-masing.”
Sedangkan Filipina menjadi negara sekuler yang membedakan antara konstitusi dengan agama.
Yusril menyimpulkan bahwa masa Depan Politik Hukum Islam di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar jika masyarakat mengetahui Kemanfaatan dan kemaslahatannya, dengan konsolidasi persatuan dan perlembagaan nilai-nilai kebenaran.
Dekan FH Dr. Muchamad Ali Safa’at., S.H., M.H. memaparkan materi tentang “Dinamika Hubungan Islam dan Negara dalam Perkembangan Hukum di Indonesia.
“Hukum Islam memiliki potensial untuk dijadikan sumber hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, maka sangat perlu didorong adanya penelitian ilmiah dan pembahasan ilmiah tentang pelembagaan tersebut, sehingga masyarakat dan pembentuk perundang-undangan mengetahui kemanfaatan dan kemaslahatannya. Sesuatu akan mudah diterima jika secara rasional ditemukan manfaat dan maslahatnya,”kata Ali Safa’at. (FID/Humas UB).