FH Gelar FGD Untuk Pemajuan Kebebasan Sipil Malang Raya

Universitas Brawijaya (UB) menjadi tuan rumah Focus Group Discussion (FGD) yang digelar untuk memperkuat koordinasi dan respons multipihak dalam upaya melindungi dan memajukan kebebasan sipil di wilayah Malang Raya. Acara ini merupakan bagian dari Program BASIS (Building Enabling Environment and Strong Civil Society in Indonesia), sebuah inisiatif yang dijalankan oleh Pusat Pengembangan Hukum dan Demokrasi Fakultas Hukum UB (PPHD FH UB).

Kolaborasi ini melibatkan Serikat Pengajar Hak Asasi Manusia (SEPAHAM) Indonesia dan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, serta Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), dengan dukungan penuh dari Uni Eropa.

Bertempat di Auditorium Lantai 6 Gedung A Fakultas Hukum UB, Jumat (21/2/2025), FGD ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari akademisi, peneliti, pejabat pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga perwakilan organisasi masyarakat sipil. Kehadiran mereka menegaskan pentingnya isu perlindungan ruang sipil dalam konteks demokrasi Indonesia.

Dr. Muktiono, S.H., M.Phil., Wakil Dekan Tiga FH UB sekaligus Ketua SEPAHAM Indonesia, membuka acara dengan menekankan bahwa perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan sipil adalah pilar utama demokrasi.

“Tanpa kebebasan sipil yang terjamin, mustahil kita bisa membangun masyarakat yang adil dan inklusif,” ujarnya.

Sesi diskusi yang dipandu oleh para ahli di bidang hukum dan HAM menjadi momen penting dalam acara ini. Prischa Listiningrum, S.H., LL.M., memimpin diskusi tentang hak berkumpul dan berorganisasi, sementara Cekli Setya Pratiwi, S.H., LL.M., M.CL., Ph.D., memfasilitasi pembahasan mengenai hak berpendapat dan berekspresi. Para peserta aktif berbagi pengalaman, pandangan, serta tantangan yang mereka hadapi dalam upaya melindungi hak-hak sipil di tingkat lokal.

FGD ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan ruang sipil, tetapi juga memperkuat sinergi antar-pemangku kepentingan. Rekomendasi konkret yang dihasilkan dari diskusi ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi upaya memperkuat kebebasan sipil di Malang Raya.

“Kolaborasi lintas sektoral seperti ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, terutama bagi perempuan, kaum muda, dan organisasi masyarakat sipil dalam menghadapi tantangan di tingkat lokal,” tutup Dr. Muktiono.

Dengan semangat kolaborasi yang kuat, harapannya adalah terciptanya ruang sipil yang lebih inklusif dan berkeadilan, di mana setiap individu dapat mengekspresikan diri dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat.(Ags/Rma/Humas FH/Humas UB)