Mahasiswa FISIP-FIB Berbakti Desa Universitas Brawijaya (FBD UB) kelompok 05 menyelenggarakan sosialisasi mengenai edukasi seks untuk membangkitkan kesadaran para remaja di Desa Belung, Kabupaten Malang.
Acara ini diselenggarakan di Balai Desa Belung dan berkolaborasi bersama dengan karang taruna setempat. Sosialisasi ini diselenggarakan karena masih maraknya aksi pelecehan seksual secara verbal yang biasa disebut catcalling di sekitar Desa Belung.
Catcalling merupakan bentuk pelecehan seksual berupa siulan dengan maksud tertentu, klakson kendaraan, atau celotehan yang mengarah pada aktivitas seksual. Pelaku catcalling seringkali adalah para pemuda yang tengah bergerombol atau berkumpul. Sebagian besar korban dari pelecehan tersebut adalah wanita, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga dapat menjadi korban.
Selain fenomena catcalling yang masih marak terjadi, tingginya kasus pernikahan dini juga turut menjadi perhatian di Desa Belung. Hal tersebut dibuktikan dengan angka kelahiran yang meningkat dan banyaknya bayi lahir dalam kondisi stunting. Stunting dapat disebabkan dari kondisi orang tua yang menikah muda dan kurang siap untuk memiliki anak dikarenakan pengetahuan mengenai tumbuh kembang anak yang masih sangat minim.
Hal ini menjadi acuan bagi para mahasiswa Universitas Brawijaya, khususnya kelompok 05 FBD dalam membuat salah satu program kerja berbentuk sosialisasi. Program tersebut bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran para warga, terutama para remaja di Desa Belung dalam mencegah pelecehan seksual dan pernikahan dini.
Sosialisasi ini menghadirkan tiga ahli di bidangnya masing-masing. Umi Khorirotin Nasichah dari Yayasan Komunitas Perlindungan Perempuan dan Anak Nusantara (KOPPATARA) memberikan edukasi dari sudut pandang sosial. Sementara Mustika Meinasty, M.Psi., seorang psikolog, memberikan wawasan dari perspektif psikologis. Kemudian, Anggri Hendarjati dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Malang melengkapi dengan menyajikan materi menggunakan pendekatan hukum.
Dalam sosialisasi ini, peserta diajak untuk memahami lebih dalam mengenai bahaya catcalling dan pernikahan dini. Selama ini, masyarakat sering meremehkan catcalling dan masih banyak yang menganggap bahwa catcalling hanyalah candaan belaka. Padahal, perlu diketahui bahwa catcalling adalah salah satu bentuk pelecehan verbal yang dapat menimbulkan dampak tersendiri bagi korbannya.
“Ketika kita terkena catcalling seringkali kita akan merasa marah, takut, cemas, jijik, bahkan menjadi tidak suka pada diri kita. Kita jadi berpikir negatif tentang diri kita sendiri. Hal ini mengarah pada-pada masalah serius seperti gangguan psikologis. Dampak jangka panjangnya dapat menyebabkan gangguan depresi, kecemasan, dan Body Dysphoria Disorder (BDD). Jika kita terkena catcalling, ada reaksi fisik terhadap tubuh kita seperti sesak napas, kaku badannya, itu bisa mengarah pada permasalahan high risk. Apalagi pada orang-orang yang punya trauma kekerasan seksual. Ketika dia terkena catcalling akan jadi gangguan PTSD (trauma masa lalu),” ujar salah satu pemateri, Mustika Meinasty, M.Psi.
Pemateri dari Balai Pemasyarakatan (Bapas), Anggri Hendarjati mengatakan sebagai masyarakat di negara hukum, harus sadar bahwa semua yang dilakukan ada implikasi hukumnya. Ketika melakukan sesuatu harus ingat ada aturannya. Catcalling adalah bentuk kekerasan non fisik.
“Siulan biasa dianggap guyonan, tetapi kalau korban atau yang dituju merasa risih atau marah itu bisa mengajukan aduan. Perlu diingat bahwa sekedar catcalling saja itu sudah ada enam undang-undang yang menanti,” ucapnya.
Selain catcalling, sosialisasi ini juga mengulik lebih dalam mengenai pernikahan dini. Tingginya angka pernikahan dini di desa ini menjadi permasalahan kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam sesi sosialisasi yang berlangsung, pemateri dari KOPPATARA, Umi Khorirotin Nasichah menjabarkan secara gamblang data pernikahan dini beserta dampaknya.
“Walaupun proses pengajuan pernikahan dini sulit, Kabupaten Malang cukup rekor dalam menjadi wilayah tertinggi kedua dengan pernikahan dini selama masa covid dan Kecamatan Poncokusumo menjadi wilayah pertama yang menempati tempat tertinggi di Kabupaten Malang. Penyebabnya adalah pergaulan, ada yang hamil duluan (kekerasan seksual oleh pacar). Dampaknya bisa mengalami baby blues,” katanya.
Sosialisasi yang telah diselenggarakan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi seluruh warga Desa Belung, terutama bagi para remaja. Dengan pemahaman yang lebih luas mengenai isu-isu penting seperti pelecehan seksual dan pernikahan dini, para remaja diharapkan dapat lebih waspada dan mampu mengambil tindakan pencegahan yang tepat sehingga dapat meminimalisir kembali terjadinya kasus serupa. (*/Humas UB)