Pemenuhan kebutuhan produksi susu sapi perah yang berkualitas secara nasional masih mengalami berbagai macam kendala. Salah satunya adalah penyakit mastitis, yaitu radang pada jaringan interna kelenjar. Penyakit ini ditandai dengan perubahan hasil produksi susu baik secara kimia maupun fisik. Mastitis dilaporkan dapat menurunkan produksi susu harian mencapai 28,4% – 53% yang berakibat terjadinya penurunan penghasilan para peternak sebesar Rp 6.160.000 – Rp 11.620.000 per hari per KUD.
Membantu mengatasi permasalahan tersebut, lima mahasiswa Universitas Brawijaya menciptakan alat terapi mastitis pada sapi perah. Farah Alhamidah (Pendidikan Kedokteran Hewan’19) bersama anggotanya yang terdiri dari Elfahra Casanza (Pendidikan Kedokteran Hewan’17), Delia Dwi Novrianti (Teknik Elektro’18), Rofi Sanjaya (Teknik Elektro’19) dan Irfan Nadhif (Teknik Mesin’18) berkolaborasi menciptakan alat terapi Mastitis pada sapi perah menggunakan prinsip plasma non termal.
Menurut Farah, Teknologi plasma non termal ini dinilai mampu melakukan dekontaminasi mikroorganisme dengan memanfaatkan gas yang terionisasi dalam lucutan listrik antara dua elektroda tanpa menimbulkan kerusakan jaringan kulit.
Tidak hanya berdampak pada kesehatan sapi perah, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus ini juga akan mencemari susu yang sudah terkumpul. “Hal ini karena cemaran bakterinya yang melebihi ambang batas SNI nomor 3141.1:2011 yaitu maksimum sebesar 1×102 CFU/mL”, jelasnya.
Penanganan mastitis yang sering digunakan oleh masyarakat adalah menggunakan terapi antibiotik. Namun, disisi lain, inbuh Farah, penggunaan antibiotik ini dapat menimbulkan efek negatif yaitu terbentuknya galur-galur mikroba yang resisten serta adanya residu antibiotik yang dapat merugikan peternak, industri pengolahan susu serta konsumen.
“Hal ini dikarenakan susu yang mengandung antibiotik tidak dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk fermentasi susu seperti yoghurt dan keju. Selain itu, bagi konsumen dapat menyebabkan beberapa reaksi alergi, keracunan hingga syok”, terangnya.
Penggunaan alat terapi ini, diharapkan dapat mengatasi mastitis pada sapi perah sekaligus meningkatkan produktivitas sapi.
“Teknologi ini dinilai sangat efektif dan aman dalam diaplikasikan pada ambing ternak perah karena suhunya yang tidak panas serta tidak menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit. Sehingga diharapkan teknologi ini dapat menjadi metode alternatif solutif dekontaminasi bakteri S. aureus penyebab mastitis sublikinis tanpa menggunakan antibiotik”, pungkasnya. (Frh/VQ)