Mahasiswa UB Ciptakan Metode untuk Tingkatkan Kemandirian Penderita Autisme dengan Fun Hydroponics Therapy

Sorry, this entry is only available in Indonesia.

Tim PKM FEB-UB “WEACTIVE” sedang melakukan sosialisasi daring.

Pendidikan merupakan salah satu hak setiap warga negara yang harus terpenuhi untuk semua kalangan, termasuk pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Terdapat berbagai jenis kebutuhan khusus pada anak, salah satunya adalah autisme. Autism merupakan bagian dari Autism Spectrum Disorders (ASD), yaitu gangguan perkembangan pada anak dan termasuk satu dari lima jenis gangguan Pervasive Development Disorder (PDD).

Telah banyak lembaga pendidikan yang memberikan perhatian khusus bagi penderita autisme, termasuk SLB Autis Laboratorium Universitas Negeri Malang (SAL UM) yang menampung siswa autistik dan telah menyelenggarakan pendidikan dan layanan untuk meningkatkan kemampuan anak autistik secara reguler. Meskipun memiliki tantangan yang lebih berkenaan dengan kemandirian siswa, kegiatan belajar SAL UM sejauh ini masih dikembangkan berdasarkan kurikulum umum dengan cara bermain seperti anak pada umumnya.

Melihat hal tersebut, enam mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang tergabung dalam TIM WEACTIVE mencoba memberikan alternatif solusi dengan Fun Hydroponics Therapy. Mereka adalah Ahmad Miskatul Qulub (FEB 2017), Firdaus Finuliyah (FEB 2018), Anang Prayitno (FAPET 2017), Rizal Arifiandika (FTP 2018), Maulana Rifqy Ferdiansyah (FTP 2017), dan Nurul Fathiyah Wahab (FISIP 2017). Di bawah bimbingan dosen Atu Bagus Wiguna, S.E., M.E, mereka berhasil mendapatkan pendanaan dalam ajang Program Kreativitas Masyarakat (PKM) tahun 2020 bidang Pengabdian Masyarakat, yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementrian Pendidikan Kebudayaan.

Ketua Tim Ahmad Miskatul Qulub menyampaikan, Fun Hydroponics Therapy merupakan program penerapan metode okupansi sebaga upaya peningkatan kemandirian peserta belajar berkebutuhan khusus.

“Metode tersebut pada dasarnya merupakan serangkaian kegiatan belajar agar peserta didik terbiasa dengan kesibukan yang terjadwal. Metode ini menggunakan hidroponik dengan sayuran Brokoli. Rangkaian kegiatan yang dilakukan diantaranya mulai dari penyemaian, pemindahan atau transplanting, perawatan, panen, hingga pengolahan hasil panen menjadi brokoli cookies,” papar mahasiswa yang biasa dipanggil Amiq ini.

Adapun sayuran brokoli digunakan karena selain harga yang terjangkau dan mudah didapatkan, sayuran ini juga mengandung Vitamin B6 yang merupakan golongan vitamin yang paling penting karena bersama dengan niasin, asam folat, dan kobalamin yang berperan dalam membantu menggerakkan beberapa fungsi vital manusia seperti pada saraf motorik.

Tim WEACTIVE Ciptakan Metode untuk Tingkatkan Kemandirian Penderita Autisme dengan Fun Hydroponics Therapy

Amiq menceritakan, sebelum adanya pandemi, Fun Hydroponics dirancang untuk langsung diterapkan kepada siswa autistik bersama guru dengan menggunakan Deep Flow Technique (DFT). Namun, dalam kondisi pandemi saat ini, SAL UM melaksanakan pembelajaran di Rumah. Oleh karena itu, agar Fun Hydroponics Theraphy tetap dapat dilakukan, tim WEACTIVE memberikan solusi dengan metode hydroponics wick system yang merupakan jenis budidaya hydroponics yang lebih sederhana, sehingga dapat dilakukan peserta belajar di rumah dengan didampingi orang tua.

Sebelum guru maupun pendamping mengimplementasikan program tersebut, tim WEACTIVE melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada mitra yakni guru SDLB Autis Laboratorium UM secara daring. Tim pengabdi juga memberikan buku panduan pelaksanaan selama pandemi dan keberlanjutan pasca pandemi untuk memudahkan guru dalam pelaksanaan program.

Salah satu guru SAL UM Lutfil Amin menuturkan, output dari program ini patut diapresiasi, karena menghasilkan video dan modul mengenai teknis kegiatan fun hydroponic therapy yang sangat bermanfaat bagi keberlangsungan program ini untuk anak autis yang belum pernah belajar mengenai hal ini.

Serta dengan adanya terapi okupasi melalui fun hidroponics, banyak hal yang bisa diajarkan dan dilatih kepada ABK Autistik terkait tanggung Jawab, disiplin, konsistensi perilaku, interaksi komunikasi, proses dan hasil, dan lain lain.

Langkah selanjutnya dari program ini adalah berupa pendampingan proses penjualan produk. “Sehingga tidak hanya menjadi alternatif sumber pendapatan baru, tetapi program ini juga dapat menjadi pilihan kegiatan yang produktif bagi peserta belajar,” pungkas Ahmad. [Niluh/Humas UB]