Rumput laut merupakan salah satu komoditas ekspor hasil laut yang tinggi tingkat permintaannya baik di dalam maupun luar negeri, sehingga memacu perkembangan industri pengolahan rumput laut. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor rumput laut serta ganggang lainnya mencapai Rp 2,9 triliun pada tahun 2018 dan meningkat menjadi Rp 3,08 triliun pada tahun 2019. Tingginya produksi rumput laut basah menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen utama rumput laut dunia dengan didominasi oleh jenis Eucheuma sp. dan Gracilaria sp.
Rumput laut jenis Eucheuma menjadi pilihan favorit industri makanan karena menghasilkan karagenan. PT Kappa Carageenan Nusantara (PT KCN) merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang pengolahan rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Indonesia. Pasalnya, Eucheuma cottonii menghasilkan kappa karagenan yang merupakan pembentuk gel terbaik dibandingkan iota dan lambda karagenan. Kandungan ini memiliki berbagai kegunaan diantaranya sebagai zat pengemulsi, basis gel, agen penstabil, agen pensuspensi, agen lepas lambat, serta sebagai agen peningkatan viskositas dalam industri makanan. Namun, hasil rendemen yang dihasilkan PT KCN masih belum maksimal yaitu di kisaran 18% dengan proses ekstraksinya yang juga relatif lama.
Berangkat dari permasalahan tersebut, empat mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang terdiri dari Rizal Arifiandika (FTP UB’ 18), M. Usman Sihab (FTP UB’ 18), Verianti Liana (FTP UB’ 19), dan Riris Waladatun Nafi’ah (FTP UB’ 19) menggagas Penerapan Microwave Assisted Extraction untuk Peningkatan Rendemen Karagenan pada Eucheuma Cottonii di PT. Kappa Carrageenan Nusantara. Microwave assisted extraction adalah salah satu metode ekstraksi yang menggunakan gelombang elektromagnetik non-pengion dengan rentang frekuensi 300 MHz – 300 GHz. Inovasi teknologi ini diaplikasikan untuk mengekstraksi rumput laut jenis Euchema Cottonii yang nantinya akan dijadikan sebuah produk kappa karagenan. Secara prinsip, Microwave Assisted Extraction memodifikasi metode konvensional yang diterapkan oleh PT Kappa Carageenan Nusantara (PT KCN), yang mana sumber panas dalam pemanasan pelarut pengekstrak menggunakan gelombang mikro bukan pemanas batu bara sehingga lebih ramah lingkungan.
Kelebihan pengaplikasian MAE adalah pemanasan yang lebih merata ke pelarut pengekstrak karagenan Eucheuma cottonii karena kinerjanya dengan membangkitkan panas dari dalam bahan (E.cottonii) bukan mentransfer panas dari luar. Selain itu, waktu ekstraksi karagenan, kebutuhan pelarut yang lebih sedikit, dan rendemen ekstraksi yang lebih tinggi dibandingkan metode konvensional menjadi keunggulan MAE dalam ekstraksi E.cottonii. Suhu pada saat proses ekstraksi sangat penting diperhatikan karena semakin cepat terjadi pemutusan ikatan rantai polisakarida maka hasil rendemen semakin meningkat.
Inovasi teknologi tim PKM-PI MAE yang diketuai oleh Rizal Arifiandika telah berhasil meraih Pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa 2021 dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk diseleksi melaju ke tahap selanjutnya yakni Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-34. (dse/Humas UB)