Penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyelidikan dan penyidikan untuk mengungkapkan suatu peristiwa pidana. Namun dalam pelaksanaannya, memungkinkan terdapat penyimpangan dan pelanggaran yang dapat merugikan hak konstitusional warga negara di dalam proses penetapan tersangka. Semula, tidak ada forum hukum untuk menguji keabsahan suatu penetapan tersangka, hingga akhirnya keluar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang memasukkan penetapan tersangka, sebagai salah satu objek dari praperadilan. Namun demikian, untuk menguji keabsahan penetapan tersangka, masih terdapat berbagai problem hukum yang mengiringi pelaksanaanya.
Hal tersebut menjadi latar belakang Dr.Nallom Kurniawan, S.H., M.H. dalam mempresentasikan hasil penelitian disertasi program studi doktor ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FHUB) yang berjudul “Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara dalam Penepatan Tersangka Melalui Yurisdiksi Praperadilan” dihadapan Prof Dr. Suhariningsih, S.H,.S.U (Promotor), Dr. Bambang Sugiri, S.H,.M.S (Ko-Promotor 1), Dr. Moh. Fadli, S.H., M.H (Ko-Promotor 2), Prof. Dr. Sudarsono, S.H., M.S. (Penguji 1), Dr. Ismail Navianto, S.H., M.H (Penguji 2), Dr. Prija Djatmika, S.H,. M.S. (Penguji 3), Dr. Muchamad Ali Syafa’at, S.H,. M.H (Penguji 4), dan Prof. Dr. M. Guntur Hamzah S.H. (Penguji tamu dari FH Universitas Hasanuddin Makasar/ Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI) di Auditorium FH UB pada Senin (16/12/2019).
Dari hasil penelitiannya, Nallom memberikan kesimpulan bahwa dalam rangka menjaga proses hukum yang adil (due process of law) dan utuk mencegah tindakan sewenang-wenang aparatur penegak hukum di dalam menetapkan tersangka, perlu adanya suatu forum hukum untuk menguji keabsahan penetapan tersangka dalam suatu sidang terbuka. Serta pembaharuan di bidang hukum acara pidana mengenai praperadilan perlu untk segera dilakukan. [Vida/Galang]