Kekerasan berbasiskan gender (KBG) merupakan isu yang mengemuka pada akhir-akhir ini. Catatan Tahunan (Catahu) dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang terbit tahun 2022 menyebut ada sekitar 338.496 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pada tahun 2021.
Peduli dengan isu tersebut, kelompok Pengabdian kepada Masyarakat Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) mengadakan seri Brawijaya Virtual Peace Camp (BVPC) 2022 yang mengangkat tema #BreakTheBias.
Di dalam acara yang diadakan secara virtual ini, bias gender dipercaya sebagai salah satu penyebab terjadinya KBG terutama terhadap perempuan.
#BreakTheBias sendiri merupakan tema untuk Hari Perempuan Internasional tahun 2023. Tema ini diambil dengan tujuan untuk menciptakan dunia yang bebas bias, stereotype dan diskriminasi terhadap perempuan.
Sejumlah kajian tentang perempuan, perdamaian dan keamanan menunjukkan bukti kuat bahwa ketidakadilan gender terhubung dengan kondisi tidak damai dan tidak stabil. Dengan alasan itulah maka Brawijaya Virtual Peace Camp yang diadakan setiap tahun sejak 2020 ini mengambil tema terkait keadilan gender sebagai tema tahun ini.
Kegiatan yang sudah menginjak edisi tahun ketiga ini bertujuan untuk membawa pendidikan damai ke Sekolah. Ketua Tim Pengabdian kepada Masyarakat, Mely Noviryani mengatakan bahwa pengabdian masyarakat ini diharapkan mampu menggeser norma gender dan meningkatkan sensitivitas gender untuk mencegah kekerasan berbasis gender bagi anak muda.
“Kegiatan ini diikuti oleh hampir semua SMA Negeri ke Kabupaten Malang seperti SMAN 1 Lawang, SMAN 1 Singosari, SMAN 1 Sumberpucung, SMAN 1 Dampit, dan SMAN 1 Kepanjen,” ucapnya.
Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari mulai Jumat-Sabtu (11-12/11/2022). Hari pertama kegiatan peserta dibekali bagaimana mengidentifikasi bias gender dan bagaimana mengembangkan sensivitas gender.
Pada hari pertama yang dipandu oleh M. Riza Hanafi, dosen Program Studi Hubungan Internasional, peserta diajak berbagi persepsi dan pengalaman mereka terkait konstruksi gender di lingkungan masing-masing dan mengenali bias gender yang mungkin masih melekat pada diri mereka masing-masing
Sementara pemateri lainnya Mely Noviryani mengaja peserta berdiskusi dan berbagi pendapat tentang ketidaksetaraan gender sebagai isu yang melekat pada masyarakat terutama masyarakat patriarki.
“Peserta kami ajak untuk mengidentifikasi ketidaksetaraan gender yang bisa mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Peserta juga diajak membangun strategi untuk menciptakan kesetaraan gender baik di rumah, di komunitas, maupun di sekolah,” paparnya.
Sementara pada hari kedua, 12 November 2022 peserta dibekali materi tentang gerakan yang mendorong anti kekerasan berbasis gender. Pada hari kedua ini Ni Komang Desy Arya Pinatih dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP UB menyampaikan materi tentang definisi kekerasan berbasis gender, jenis-jenisnya, dan mitos dan realitas seputar kekerasan berbasis gender.
“Peserta kami ajak mengenali dan memahami berbagai macam bentuk kekerasan berbasis gender yang mungkin terjadi di sekitar kehidupan peserta,” sambung Mely Noviryani.
Sementara pemateri lainnya Asih Purwanti memberikan materi tentang bagaimana membangun gerakan atau aksi yang mendorong anti kekerasan berbasis gender. Peserta dibekali dengan bagaimana mengidentifikasi masalah, mengelola sumber daya, dan membangun strategi untuk mengupayakan pencegahan kekerasan berbasis gender.
Kegiatan Brawijaya Virtual Peace Camp 2022 ditutup dengan memilih kelompok terbaik yang diraih oleh SMAN 1 Sumberpucung dan 2 peserta terbaik diraih oleh Dandick Halim Wiratama dari SMAN 1 Singosari dan Hapsari Rahmah Irawan dari SMAN 1 Kepanjen.[*/Humas UB]