Dua Tim Delegasi Mahasiswa FH Raih Penghargaan Kompetisi Debat Legislative Summit Festival

Foto Tim Burung Elang
Foto Tim Burung Elang

Dua Tim Delegasi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) meraih dua penghargaan dalam Kompetisi Debat di Legislative Summit Festival (LSF) yang diselenggarakan secara daring oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (DPM FIA UB) pada Rabu (28/08/2024). Kedua Tim juara ini yaitu Tim Oke yang beranggotakan Azhar Sirroth Mustaqim (2023), Revalina Aspriliantiara (2023), dan Keisha Aurellia (2023) yang meraih Juara 1. Kemudian ada Tim Burung Elang yang beranggotakan Verdian Pratam Putra (2022), Alvin Tirta Dinata (2023), Nayyara Parsa Saniya (2024) yang meraih Juara 2.

Azhar Sirroth selaku perwakilan Tim Oke mengungkapkan bahwa ini merupakan kompetisi yang cukup unik karena mosi-mosi yang dipaparkan bersifat impromptu yang artinya peserta tidak melakukan persiapan atau pembuatan naskah tertulis terlebih dahulu dan tampil mendadak.

“Bahwa dalam penjalanan mosi itu sendiri kita akan dikasih tiga tema, pertama adalah education, kedua adalah employment, dan ketiga adalah freedom of speech. Yang mana sebelum kita menjalankan sesi debat itu kita seleksi video terlebih dahulu. Ini juga salah satu keuntungan tim kami, bahwa ketika LSF ini kita membawakan mosi tentang tapera dan posisinya pas banget kita tidak setuju dengan tapera,” jelas Azhar.

Alvin selaku perwakilan Tim Burung Elang menambahkan bahwa kelompok mereka membawakan topik relevansi kurikulum merdeka.

“Untuk tim kami sendiri membawakan banyak gagasan, salah satunya terkait dengan pendidikan dimana kami membahas tentang relevansi kurikulum merdeka yang belakangan ini ramai dibicarakan. Alasan kami mengambil topik ini karena kami beranggapan bahwa dengan adanya kurikulum merdeka ini susah untuk memberikan kepastian bagi para pelajar di indonesia,” ungkap Alvin.

Foto Tim OKE
Foto Tim OKE

Tim Oke selaku juara pertama dalam LSF sendiri berbicara mengenai freedom of speech dan RUU (Rancangan Undang-Undang) Pers.

“Bahwa RUU Pers itu dianggap mengebiri kebebasan itu sendiri. Pada saat itu posisinya kita pro dan memang setuju kalau UU Pers dengan adanya komite pers itu seakan-akan tidak sebebas dulu lagi, mereka itu jadi ada lembaga pengawas yang mana lembaga bredel yang dikit-dikit potong potong potong,” tambah Azhar.

Tim Oke mendasarkan argumennya pada pertanyaan fundamental mengenai bagaimana Indonesia dapat mencapai kebebasan demokrasi jika pers berada dalam kontrol pemerintah. Hal ini menjadi sangat krusial karena dalam perkembangan teori trias politica, disebutkan bahwa pers merupakan salah satu pilar yang sangat kuat dalam menopang demokrasi. Sebagai pilar keempat, pers memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, ketika pers tidak independen dan terjebak dalam kontrol pemerintah, fungsi pengawasan dan penyampaian informasi yang bebas kepada publik dapat terganggu, dan ini mengancam prinsip demokrasi yang sehat.

Dalam proses persiapan dan pelaksanaan, tentunya kedua Tim mengalami kendala. “Dalam sistem perdebatan yang dibawa LSF tahun ini sungguh berbeda dengan perlombaan biasanya seperti mosinya yg improptu, dan lain-lain. Jadi awalnya kami sempet kaget melihat sistemasinya tapi setelah pertandingan pertama Alhamdulilah kami dapat menyesuaikan,” ungkap Alvin.

Legislative Summit Festival merupakan kompetisi yang terdiri dari beberapa cabang lomba, salah satunya debat terkait dengan legislasi bagi para pemuda di indonesia yang mengambil sub topik lebih luas seperti pendidikan, ketenagakerjaan, maupun tentang kebebasan bersuara. Untuk pesertanya sendiri merupakan seluruh mahasiswa UB. (dilla/Humas UB)