Dua profesor dari Fakultas Pertanian mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat bertema “Sambung Rasa Penerapan Pertanian Konservasi pada Pertanaman Kentang” di Kota Batu untuk memperkenalkan dan mendiskusikan praktik pertanian konservasi sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Kegiatan ini dipandu oleh Prof. Didik Suprayogo dan Prof Sri Rahayu Utami dan dihadiri oleh 20 petani kentang kota Batu setempat.
Kegiatan ini diawali dengan kunjungan lapangan yang dipandu oleh Azizatul Fajriyah, mahasiswa S2 Pengelolaan Tanah dan Air FP UB, yang menunjukkan praktik nyata pertanian konservasi di lahan kentang. Para petani diajak untuk memahami langsung bagaimana teknik ini diterapkan dan manfaat yang dihasilkan.Petani dalam memahami pertanian konservasi juga diampingi dua mahasiswa S1 FP UB yaitu Galih Firdausi Hidayatullah dan Adie Kharismatul Faj’ria, dan dua mahasiswa S1 FTP yaitu Muhammad Akmal Dias dan Zidane Algifari Salsabiilah Afandi. Teknis implementasi pertanian konservasi juga didukung Awang Satya Kusuma, S.Kom yang merupakan PLP Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian UB.
Prof. Didik Suprayogo dalam pemaparannya menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam budidaya kentang di lahan kering.
Dia menngatakan salah satu penyebab utama degradasi tanah di pertanaman kentang adalah kondisi tanah yang terbuka pada awal musim tanam hingga tanaman kentang berumur satu bulan, terutama saat musim hujan.
”Kondisi ini menyebabkan sekitar 70% dari total erosi tanah terjadi pada periode tersebut, yang mengakibatkan hilangnya material tanah, bahan organik, dan unsur hara yang dibawa oleh erosi. Dampaknya dirasakan hingga ke daerah hilir berupa sedimentasi di sistem perairan sungai,” kata Prof Didik.
Sebagai solusi, Prof. Didik menyarankan penerapan pertanian konservasi dengan tiga kunci utama, yaitu meminimalisir gangguan tanah (pengolahan tanah), penutupan tanah dengan biogeotekstil, dan rotasi atau peningkatan keragaman tanaman. Melalui praktik pertanian konservasi yang dibandingkan dengan praktik pertanian konvensional, diperoleh hasil yang signifikan berupa penurunan erosi tanah hingga 67% dan peningkatan produksi umbi kentang sebesar 55%.
Sementara itu, Prof. Sri Rahayu Utami juga menekankan manfaat penggunaan biogeotekstil dalam praktik pertanian konservasi. Biogeotekstil dapat mengendalikan erosi, mempertahankan bahan organik dan kesuburan tanah, memperbaiki ekosistem tanah, menambah unsur hara tanah, mengendalikan fluktuasi suhu tanah, serta menjaga ketersediaan air tanah.
Selain itu, lahan yang menggunakan biogeotekstil terbukti lebih bersih dari gulma. Prof Sri Rahayu Utami memaparkan pula bahwa dengan pegunaan biogetekstil dapat memperbaiki kesuburan tanah dan mengurangi kehilangan unsur hara tanah melalui limpasan permukaan dan erosi tanah.
Para petani yang hadir dalam kegiatan ini sangat antusias dengan informasi dan pengetahuan yang diberikan. Mereka berharap agar metode ini dapat diterapkan secara lebih luas dan berkelanjutan untuk meningkatkan hasil pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Dalam sarasehan ini disamping petani mendapatkan pengetahuan pertanian konservasi, mereka diberikan kesempatan menyampaikan tantangan yang dihadapi dalam budidaya kentang dan pengalaman-pengalaman praktis dan teknologi sederhana yang mereka kembangkan untuk melakukan budidaya kentang.
”Agar umbi kentang dapat berkembang dengan baik, maka tanah cukup di ”kecrok” dalam dengan cangkul di areal sekitar perakaran sambil dicampur dengan pupuk kandang sebelum tanam dibagian guludan tanaman, dan tidak usah di olah diolah intensif,” kaya Pak Rojiun, petani kentang Jurang Kuali.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi awal dari transformasi praktik pertanian di Kota Batu menuju pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. (*/Humas UB).