Dua dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) Dr. Muhammad Shobaruddin, MA dan Muhammad Rosyihan Hendrawan, M.Hum menjadi kontributor pada Bab Buku atau Book Chapter Internasional berjudul Multidisciplinary Approach to Information Technology in Library and Information Science. Bab buku tersebut merupakan terbitan dari salah satu penerbit terkemuka di dunia yaitu IGI Global Publisher dari Amerika Serikat. Bab buku ini memuat ragam topik multidisipliner bidang Ilmu Perpustakaan dan Informasi.
Pada bab buku tersebut, mereka berkontribusi mempublikasikan hasil penelitian dalam bab berjudul “Toward a Convergence of Memory Institutions in the Indonesian Presidential Library”, yang merupakan tulisan kolaborasi mereka berdua. Kemudian, bab lainnya berjudul “Initiating Memory Institutions Convergence Through Digital Convergence in Indonesian World Heritage Sites” yang merupakan tulisan hasil kolaborasi Hendrawan dengan dua pakar dari School of Information Science, College of Computing, Informatics and Mathematics Universiti Teknolgi MARA (UiTM) Malaysia.
Shobaruddin dan Hendrawan menyampaikan, tulisan yang mereka masukkan adalah bentuk komitmen mereka dalam pengembangan bidang kajian Ilmu Perpustakaan dan Informasi di Indonesia serta untuk mendukung peningkatan indikator kinerja utama (IKU) UB. Selain itu tulisan tersebut merupakan hasil kajian lapangan dan luaran penelitian mereka selama beberapa tahun terkahir yang didanai oleh hibah penelitian UB.

Toward a Convergence of Memory Institutions in the Indonesian Presidential Library yang ditulis Shobaruddin dan Hendrawan menjelaskan bahwa perpustakaan, lembaga kearsipan, dan museum sebagai lembaga memori mempunyai peranan yang sangat berharga dalam melestarikan warisan budaya bangsa yang maju. Kedua penulis berpendapat bahwa kolaborasi antara ketiga lembaga memori tersebut cukup menantang di Indonesia. Prosedur yang kohesif dan aksesibilitas sangat penting dalam melayani Masyarakat secara universal sebagai hal yang diperlukan untuk melestraikan dan mempromosikan warisan budaya. Nampaknya diperlukan sistem dan keseimbangan yang baik untuk mencapai dan mempertahankan inisiatif konvergensi yang sukses.
“Nilai dari ketiga lembaga memori tersebut tidak dapat hanya diukur melalui format, kelangkaan dan kelengkapan koleksi di dalam dinding ruangan atau di dalam pangkalan data, tetapi melebihi hal itu, ketiganya harus dapat memiliki kemampuan yang mendukung keaslian, aksesibilitas, pelestarian memori kolektif bangsa dan negara, hingga mendukung pembacaan sejarah dan budaya yang inklusif,” jelas Shobaruddin yang juga merupakan Ketua Pengelola Sistem Informasi dan Kehumasan FIA UB ini.
Kedua penulis mengidentifikasi dan mengelompokkan berbagai konsep, praktik, karakteristik, dan jenis implementasi ketiga lembaga memori dengan mengangkat salah satu kasus di Perpustakaan Proklamator Bung Karno yang merupakan salah satu Perpustakaan Kepresidenan di Indonesia yang mengelola ketiga lembaga memori tersebut.

Sementara itu, Initiating Memory Institutions Convergence Through Digital Convergence in Indonesian World Heritage Sites yang ditulis Hendrawan dengan dua pakar dari UiTM Malaysia yaitu Assoc. Prof. Azman Mat Isa, Ph.D. dan Assoc. Prof. Ahmad Zam Hariro Samsudin, Ph.D. menajamkan akan perkembangan terkini yaitu konvergensi lembaga kearsipan, perpustakaan, dan museum sudah menjadi tren di dunia internasional. Di negara maju konvergensi ini sudah menjadi kebijakan budaya suatu negara. Dalam tulisan ini para penulis bertujuan untuk menyajikan tantangan terkait membangun sistem konvergensi dan digitalisasi warisan budaya dalam terang hukum dan kebijakan setempat. The OCMHS atau Situs Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto adalah salah satunya dimana proses digitalisasi warisan budaya yang berlangsung dan diharapkan terus berkembang secara dinamis, baik melalui program pemerintah maupun masyarakat.
Disampaikan Hendrawan dan dua pakar UiTM Malaysia tersebut, the Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto (OCMHS) yang menjadi lokasi riset mereka, sebagai salah satu warisan dunia di Indonesia. Konvergensi tiga lembaga memori dapat dimulai di OCMHS. Para penulis mencoba menginisiasi konvergensi melalui kajian system informasi untuk lembaga memori dan pengembangan kaskade dengan teknik perancangan sistem informasi. Praktik terbaik di OCMHS dapat menjadi contoh lain dalam melestarikan dan peningkatan akses terhadap warisan budaya Indonesia yang mendunia.
Digitalisasi dalam arti sempit berarti pengubahan data analog menjadi bentuk digital. Dilihat lebih luas melalui konsep perlindungan warisan budaya, digitalisasi tidak hanya berarti mengubah analog menjadi digital, tetapi juga terkait dengan sistem pengorganisasian dengan menerapkan standar yang baku. Hal tersebut bukanlah prosedur yang sederhana karena dibutuhkan banyak faktor pendukung, termasuk kesiapan SDM, tata kelola dan sistem atas lembaga memori.
Kedua tulisan bab buku tersebut lolos setelah melalui proses seleksi dan kurasi ketat selama hampir satu tahun, sejak 2023, dengan dieditori langsung oleh Editor in Chief dan research scholar IGI Global publishing yaitu Barbara Holland dan Keshav Sinha selaku pakar Soft Computing Global.
Bab buku ini terdiri dari 15 bab, 350 halaman dan total 30 kontributor atau penulis yang lolos tulisannya dari seluruh dunia. Buku ini resmi terbit pada bulan Januari 2024 dan diluncurkan pada akhir bulan Desember 2023. Bab buku ini diluncurkan dalam dua format, yakni elektronik dan cetak.
“Kesempatan ikut mengeksplisitkan ide dalam tulisan ini merupakan sebuah berkah untuk kami dalam mengangkat nama Indonesia, serta merupakan hasil dukungan atmosfir penelitian di UB. Kami berharap para pimpinan UB dan pemerintah Indonesia terus mendukung para dosen untuk melakukan penelitian secara tematik dalam bidang kami,” ujar Hendrawan.
Ke depannya, Shobaruddin dan Hendrawan berharap lembaga memori di kampus juga mulai diinisiasi tidak hanya dalam bentuk ruangan atau bangunan saja, namun sehingga dapat menjadi lini masa bukti autentik perjalanan sebuah universitas yang mudah diakses oleh masyarakat.
Sampai di sini telah dibahas kesepakatan internasional dalam berkolaborasi untuk mengelola warisan budaya dan intelektual dunia. Menyadari situasi dan semangat internasional tersebut, bangsa Indonesia tentu tidak ingin hanya menjadi penonton akibat kesepakatan global itu. Artinya bangsa Indonesia harus menyiapkan diri untuk berhasil memanfaatkan peluang.
“Di UB saat ini perlu ada inisiasi, kebijakan dan tata kelola yang lebih baik dalam mengelola memori kolektif UB, melalui lembaga atau institusi memori yang dimiliki UB seperti museum, galeri, perpustakaan dan lembaga kearsipan. Karena konvergensi atas fungsi perpustakaan, arsip, dan museum di dunia internasional termasuk di universitas kembali bergulir dan semakin cepat sejak awal abad 21. Dikatakan kembali bergulir karena dari awal sebenarnya ketiga lembaga itu memang adalah satu lembaga yang melakukan tiga fungsi tersebut. Hal ini perlu diikuti dengan komitmen pemerintah untuk menyediakan investasi besar, bahkan di beberapa negara menjawab tantangan itu dengan pembentukan lembaga baru serta mendorong diskusi lebih intens antara perpustakaan, lembaga kearsipan, dan museum. Peningkatan kemudahan akses pengetahuan bagi pengguna tiga lembaga tersebut sering disebut sebagai alasan untuk perlunya melakukan konvergensi. Pada dasarnya koleksi tiga lembaga memori tersebut adalah sumber pengetahuan. Meski dalam bentuk berbeda namun untuk suatu topik pengetahuan jelas diperlukan dari sumber pustaka di perpustakaan, arsip di lembaga kearsipan, maupun artefak dari koleksi museum,” kata Shobarudin. [***]