Dosen FIB UB Eksplorasi Monyet untuk Pengembangan Pariwisata Budaya

Tempat Wisata Wendit. Gambar diambil dari Google

Selama ini, monyet dikenal sebagai primata yang lazim dieksplorasi dalam ilmu-ilmu biologi dan kesehatan untuk keperluan konservasi. Dalam konteks pariwisata, monyet umumnya menjadi obyek yang mau tidak mau harus diakrabi karena menghuni suatu lokasi destinasi wisata.

“Monyet-monyet di Wisata Pemandian Wendit, Kabupaten Malang kali ini menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti bukan dalam konteks konservasi, tetapi dalam konteks pengembangan pariwisata budaya,” tandas Ketua Peneliti, Dr. Hipolitus Kristoforus Kewuel.

“Berdasarkan hasil studi lapangan, monyet-monyet di tempat ini menyimpan berbagai cerita yang bisa diolah menjadi konten pariwisata budaya. Misalnya, cerita tentang asal-usul kawanan monyet di tempat ini, cerita tentang populasi monyet yang terus terkendali secara alami, dan cerita tentang siklus hidup monyet yang tidak pernah seimbang antara informasi kelahiran dan kematian. Masyarakat mengalami dan menyaksikan kelahiran ribuan monyet, tetapi tidak pernah mengalami atau melihat peristiwa kematian mereka. Ini suatu fenomena yang mungkin hanya bisa dimengerti secara budaya,” imbuhnya.

Menurut Dr. Hipo, hasil tangkapan ini memerlukan waktu panjang untuk mengolahnya menjadi bagian dari konsumsi Wisata Pemandian Wendit. Perlu ada beberapa tahap untuk dipersiapkan setelah penelitian ini. Perlu juga ada tim yang kuat untuk mempersiapkan hal ini. Pertama, tahap melakukan narasi atas semua informasi lapangan tentang berbagai informasi terkait hidup dan kehidupan monyet. Kedua, tahap diskusi dan publikasi atas semua narasi yang sudah terkumpul. Ketiga, tahap konsolidasi dengan semua stakeholders (masyarakat dan pemerintah) guna mengakomodir cerita-cerita tersebut sebagai media pariwisata.

“Konkretnya, setelah ada temuan lapangan ini, perlu ada aktivitas menulis dan akan lebih baik kalau didampingi, sehingga masyarakat sendirilah yang akan menulisnya. Setelah itu ada proses mengolah tulisan-tulisan tersebut untuk siap publikasi. Ujung dari proses ini adalah diskusi lintas sektor untuk melihat kemungkinan penataan kembali paket destinasi wisata di tempat ini,” jelasnya.

“Selama ini para wisatawan datang begitu saja dengan tujuan tunggal yakni wisata air. Perjumpaan dengan monyet-monyet hanya menjadi peristiwa yang tak terhindarkan. Saya kira, monyet sebagai kekayaan wisata ini perlu diberi intervensi supaya kelak dapat memberi kontribusi khas bagi tempat wisata ini,” tegas Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) ini. [DTS]