Dosen FEB UB Teliti Dampak Hilirisasi dan Kemitraan dengan Masyarakat Sekitar

Ketua Tim Peneliti Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., Ak (kanan)
Ketua Tim Peneliti Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., Ak (kanan)

Sejumlah dosen dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) melakukan penelitian tentang dampak hilirisasi terhadap masyarakat sekitar perusahaan. Hasil penelitian tersebut dipaparkan dalam seminar yang diadakan di Auditorium FEB UB pada Jumat (27/12/2024).

Ketua Tim Peneliti, Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., Ak., menjelaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menggali pola kemitraan yang ideal antara kawasan industri dan masyarakat lokal. “Kemitraan yang efektif harus berlandaskan kesetaraan, transparansi, dan keberlanjutan agar semua pihak merasakan manfaat yang adil,” tuturnya. Pendekatan dialogis antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah menjadi strategi kunci untuk mengatasi beragam kepentingan.

Abdul Ghofar menekankan bahwa hilirisasi merupakan program unggulan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah produk. “Jika kita ingin menjadi negara industri yang maju, hilirisasi harus dijalankan. Namun, proses ini tidak mudah dan memiliki risiko, termasuk dampak negatif bagi masyarakat, seperti isu lingkungan dan ketidaksiapan masyarakat,” paparnya.

Oleh karena itu, Ghofar menegaskan pentingnya kemitraan antara semua pihak terkait untuk meminimalisir dampak negatif hilirisasi. Penelitian dilakukan di tiga daerah: Gresik, Mempawah, dan Batam, untuk mencari pola kemitraan yang efektif.

Tim peneliti Muhammad Irfan Islami, Se., M.S.E. menambahkan meskipun hilirisasi meningkatkan daya saing produk, terdapat kesenjangan di masyarakat. “Di Mempawah, mayoritas masyarakat masih bertani, sementara industri membutuhkan keterampilan yang berbeda,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya menghubungkan petani dengan kebutuhan industri, misalnya dalam pasokan beras dan telur.

Dr. Hendi Subandi, SE., MA., Ak., CA., IIAP., anggota tim peneliti lainnya, menambahkan bahwa selama 3-4 bulan penelitian, mereka menemukan keterlibatan elemen masyarakat melalui kemitraan dapat mengurangi kesenjangan. “Untuk hilirisasi yang masih dalam perencanaan, penting untuk memberikan bantuan yang mendukung masyarakat, seperti modal usaha,” katanya.

Hendi juga menyarankan agar perusahaan yang sudah beroperasi tidak hanya fokus pada tanggung jawab sosial (CSR), tetapi juga pada rantai pasok. Misalnya, masyarakat bisa terlibat dalam penyediaan makanan untuk karyawan industri.

Dia menggarisbawahi pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat agar hilirisasi dapat memberikan manfaat. Selain itu, keterlibatan organisasi non-pemerintah (NGO) dalam pendampingan dan edukasi juga sangat diperlukan untuk mendukung proses ini.

Lebih lanjut, dia menekankan pentingnya edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar hilirisasi memberikan manfaat. Keterlibatan organisasi non-pemerintah (NGO) dalam pendampingan juga menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa hilirisasi berlangsung dengan baik, dan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif. Dengan demikian, hilirisasi diharapkan dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi semua pihak. (OKY/Humas UB).