Memasuki tahun ketiga pelaksanaan program Matching Fund, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi berharap agar partisipasi perguruan tinggi dan stakeholder semakin meningkat dengan bertambahnya proposal yang telah diajukan. Pada tahun ini-pun diperlukan pengembangan implementasi riset oleh perguruan tinggi sehingga nantinya dapat menghasilkan produk dan keahlian yang berdampak pada daya saing nasional sehingga bisa diterapkan pada industri, pemerintahan, serta masyarakat. Maka dari itu, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Brawijaya (UB) bersama Ditjen Diktiristek menggelar monitoring evaluasi program Matching Fund, pada Selasa (13/9). Kegiatan ini menghadirkan perwakilan anggota reviewer pusat untuk menilai tim-tim yang mendapatkan pendanaan penelitian melalui program Matching Fund khususnya bagi tiga perguruan tinggi yang ditunjuk menjadi host, yaitu Universitas Andalas, Universitas Brawijaya dan Universitas Yogyakarta.
Kegiatan ini dibuka langsung melalui daring oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Program Matching Fund, Didi Rustam. Dalam sambutannya ia mengungkapkan bahwa tujuan kegiatan monitoring evaluasi ini bukanlah sebagai audit melainkan mitigasi dan ajang untuk menyampaikan masalah atau capaian kepada anggota reviewer baik mulai dari pelaksanaan program, rancangan keuangan dan serapan anggaran hingga kendala apa saja yang terjadi selama proses kegiatan berlangsung. Ia juga menyampaikan pentingnya membangun reputasi kepakaran melalui penelitian dan diseminasi, sehingga matching fund menjadi wadah untuk memperkuat kemitraan dan mengembangkan ekosistem yang lebih besar. Tentunya tim-tim yang telah terpilih mendapatkan pendanaan bisa memberikan output dan outcome yang sesuai dan tepat sasaran, sehingga hasil-hasil riset nantinya mampu terhilirisasi dengan baik, secara komersialisasi maupun pemanfaatan sosialnya. “Tim monitoring evaluasi memiliki instrumen penilaian melalui potensi program kinerja dimana penilaian tersebut akan dilihat sejauh mana prosentase capaian yang sudah dilaksanakan, apakah telah mengalami kemajuan yang berkelanjutan, dan bagaimana relasi dengan mitra terkait apakah kolaborasi berjalan dengan baik atau tidak. Semua itu akan menjadi pertimbangan apakah nantinya pendanaan kepada tim riset akan dilanjutkan atau tidak kedepannya,” ungkapnya.
Prof. Luchman Hakim S.Si, M.Agr.Sc, Ph.D selaku ketua LPPM UB mengungkapkan hingga saat ini UB memiliki 25 tim yang lolos mendapatkan program matching fund melalui proses tiga batch, 23 dari pendanaan Ditjen Dikti dan 2 dari pendanaan Ditjen Diksi (vokasi). Internal tim UB sendiri sudah terdistribusi dalam program A1 (1 proposal), A2 (5 proposal), A3 (7 proposal), B1 (9 proposal), B2 (3 proposal). Sebagaimana penyelenggaraan internal program matching fund, UB telah mengelola dana sebesar 15 miliar pada tahun ketiga, dan tiap tahunnya dana yang disediakan juga mengalami peningkatan. Terdapat dua skema besar dalam matching fund 2023 yakni Skema A mengenai Kemitraan untuk Hilirisasi Inovasi Hasil Riset atau Kepakaran dan Skema B tentang Kemitraan dalam Pemberdayaan Masyarakat atau Efisiensi Tata Kelola Pemerintahan. Adapun perbedaan penting dari kedua skema terdapat pada bisnis problem yang terjadi di masyarakat. “Sebelum monitoring evaluasi pusat, UB sudah melakukan monitoring secara internal dengan melibatkan tim Satuan Pengawas Internal (SPI) dan tim monev lapangan yang sepenuhnya didukung oleh LPPM UB. Sedangkan tim monev pusat yang akan melakukan penilaian saat ini terdiri dari 32 tim yang terdiri dari 25 tim UB dan 7 tim non UB,” ungkapnya. [humas]