Dunia pada saat ini telah mengalami dampak dari perubahan iklim, sebagai akibat dari pemanasan global. Salah satu indikator dari perubahan iklim adalah terjadinya pergeseran musim, yang pada saat ini semakin susah diprediksi. Untuk menanggulangi dampak perubahan iklim yang semakin parah, negara-negara telah membuat dokumen Paris Agreement, yang berisi poin-poin komitmen dan upaya negara-negara di dunia untuk melakukan pengurangan emisi.
Target dari upaya-upaya tersebut adalah tercapainya Net Zero (atau nol emisi) pada Tahun 2060, yangmana pada tahun tersebut, diharapkan jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang diserap oleh Bumi. Point penting di atas disampaikan oleh Dr. Istiana Maftuchah, Deputi Direktur Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Indonesia, pada acara Meet and Talk “Indonesian Village Towards Net Zero Emission: The Role and Opportunities for Industry” bertempat di Social Garden Cafe, Malang (17/5/2024).
Lebih lanjut, disampaikan bahwa pemerintah Indonesia saat ini sangat berambisi untuk mencapai Net Zero tersebut, sehingga disusunlah perangkat peraturan yang mengakomodasi berbagai upaya pencapaian Net Zero di Indonesia. Terdapat beberapa mekanisme yang difasilitasi oleh peraturan pemerintah di Indonesia, antaralain mekanisme adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta mekanisme carbon trade (bursa karbon). Mekanisme adaptasi dan mitigasi perubahan iklim diperkuat dengan Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Dari lima sektor prioritas untuk program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, terdapat dua sektor utama yang berkontribusi atau memiliki target terbesar, yaitu sektor kehutanan dan Forestry and Other Land Used (FOLU), dan sektor energi.
“Indonesia merupakan wilayah yang dua pertiganya adalah laut, dan memiliki potensi besar dalam penyerapan karbon untuk mitigasi perubahan iklim, melalui sekuestrasi pada ekosistem karbon biru. Pada saat ini, terdapat berbagai kajian termasuk peran rumput laut yang bukan hanya sebagai produk budidaya laut, tetapi berperan juga sebagai penyerap karbon,” kata Dekan FPIK Prof. Maftuch, Dekan FPIK UB yang juga merupakan salah satu narasumber kegiatan tersebut.
Potensi besar pada tiga kategori perairan di Indonesia (darat, payau dan laut), masih perlu dikaji dan dikembangkan, dengan melibatkan berbagai lintas keilmuan, sehingga dapat mempercepat pencapaian target Net Zero di Indonesia. Gagasan tersebut diamini oleh para peserta talkshow yang berasal dari berbagai kalangan, terdiri dari pengusaha, insan media, civitas akademika dan pegiat lingkungan yang berada di kota Malang. Acara ini merupakan kolaborasi Pro Lansekap Indonesia dengan berbagai institusi, termasuk pemerhati lingkungan dan keberlanjutan di Malang raya. [DKS/OKY/Humas UB]